HARNAS.ID – Hari Anak Nasional (HAN) 2022 bisa jadi momentum pemerintah untuk memperkuat sinergi dalam menyelesaikan masalah gizi anak bangsa. Menurut Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Nopian Andusti, banyak permasalahan gizi yang masih dialami oleh masyarakat Indonesia.
“Salah satunya adalah kekerdilan pada anak (stunting),” kata Nopian dalam Webinar Bersama Kerabat Seri IV yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis (21/7/2022).
Menurut dia, permasalahan gizi yang dihadapi oleh anak bangsa saat ini kebanyakan merupakan stunting, diikuti dengan obesitas dan wasting (kondisi tubuh anak terlalu kurus). Seperti stunting misalnya, Nopian mengatakan bahwa stunting mengakibatkan anak gagal tumbuh, mengalami hambatan kognitif, motorik serta gangguan metabolik saat memasuki usia dewasa.
“Bila tidak dicegah, hal itu kemudian membuat negara berpotensi menghasilkan sumber daya manusia dengan tingkat intelektual yang rendah dan tidak memiliki daya saing. Rendahnya kemampuan anak kemudian menyebabkan angka pengangguran meningkat,” katanya.
Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 telah mengamanatkan BKKBN sebagai ketua tim percepatan penurunan stunting di tingkat pusat, guna mencapai target penurunan angka stunting 14 persen pada tahun 2024.
Upaya tersebut bertujuan agar seluruh anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, memiliki kemampuan baik secara emosional, sosial dan fisik yang baik untuk belajar serta mampu berinovasi juga bersaing di tingkat global serta mencegah terjadinya kelahiran bayi stunting baru di masa depan.
Diamanatkan sebagai ketua percepatan penurunan stunting secara nasional membuat BKKBN mengadakan berbagai inovasi seperti membentuk Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang akan mendampingi dan memantau kesehatan keluarga hingga membangun konvergensi dengan berbagai kementerian/lembaga serta pihak terkait.
Nopian mengatakan, pemerintah bersungguh-sungguh mengawal tumbuh kembang anak terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), melalui intervensi gizi spesifik yang dilakukan oleh sektor kesehatan dan bersifat jangka pendek.
Sedangkan intervensi gizi sensitif diberikan melalui berbagai kegiatan di luar sektor kesehatan sebagai mitigasi atau penanganan stunting. Kedua intervensi akan diberikan khususnya pada usia balita.
Selain berkolaborasi bersama kementerian/lembaga dan pihak lain dari swasta sampai akademisi, BKKBN juga membentuk kelas pengasuhan yang merupakan salah satu layanan bagi masyarakat dalam mewujudkan perubahan perilaku di tingkat keluarga.
BKKBN terus berupaya mendorong adanya inovasi pencegahan stunting berbasis keluarga, dengan sasarannya yakni remaja, calon pengantin, calon pasangan usia subur, ibu hamil, ibu menyusui, dan anak-anak berusia 0-59 bulan.
“Program Bangga Kencana melalui kegiatan Bina Keluarga Balita dan Anak sangat strategis untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan orang tua juga anggota keluarga lainnya yang memiliki balita, dalam membina tumbuh kembang balita melalui rangsangan fisik motorik kecerdasan emosional dan sosial ekonomi,” kata Nopian.
Editor: Firli Yasya