BOGOR, Harnas.id – Pelarian ASR (17) alias Tukul, eksekutor utama pembacokan terhadap siswa kelas 10 SMK swasta di Simpang Pomad pada Jumat, (10/3/23) lalu akhirnya terhenti setelah Tim Jatanras Polresta membekuknya diwilayah Yogyakarta berpindah – pindah kota untuk dapat melarikan diri dari pengejaran aparat hukum.
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Satreskrim Polresta Bogor Kota, dalam pelariannya Tukul sempat berpindah – pindah kota
“ASR ini melarikan diri, ke Cianjur, dan di Cianjur itu ketemu dukun, ia berharap tidak tertangkap,” ungkap Kapolresta Bogor Kota, Kombes Pol Bismo Teguh Prakoso dalam konferensi pers di Mako Polresta Bogor Kota, Jum’at (12/5/23)
“Kemudian pelaku ke terminal Kampung Rambutan Jakarta, dan dari situ menuju Yogyakarta,” sambung Bismo
Berdasarkan pengakuan tersangka, kata Bismo, ASR sempat menyambangi sekolahnya, namun karena mengetahui jika ke tiga tersangka lain dicari oleh pihak Kepolisian, maka ia melarikan diri menghindari pengejaran pihak Kepolisian hingga ke Yogyakarta.
“Kenapa ke Yogyakarta, karena dia berpikir biaya hidup di Yogyakarta murah. Kemudian di Yogya pelaku tidur di terminal – terminal, kemudian di mesjid – mesjid,” ungkap Bismo.
Dan dalam pelariannya, menurut Bismo, ASR ini mengganti nama guna mengaburkan pencarian pihak kepolisian selama di Yogyakarta.
Dan pelaku terakhir bekerja di warung mie instan di Bantul Yogyakarta hingga akhirnya dia ditangkap petugas
“Di Yogyakarta ia mengganti namanya dengan nama Dian, ia mengaburkan namanya untuk bisa tidur di mesjid – masjid, terminal kemudian jadi pengamen,” katanya.
“Jadi upaya bertahan hidupnya adalah dengan mengamen dan kemudian bekerja di warung indomie di daerah Bantul Yogyakarta,” lanjutnya
Atas kejahatan yang dilakukan, kepolisian menjerat ASR dengan Undang – undang perlindungan anak junto pasal 80 ayat 3 UU Nomor 35 tahun 2014 dengan ancaman hukuman penjara paling lama 15 tahum
“Kita jerat pelaku dengan UU perlindungan anak, dengan bunyi bahwa setiap orang dilarang melakukan, menyuruh melakukan serta melakukan kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan mati sebagai mana dimaksud dalam Pasal 76 junto pasal 80 ayat 3 UU nomor 35 tahun 2014 tentang erubahan atas uu nomor 3 tahun 2022 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman penjara paling lama 15 tahun denda maksimal 3 miliar, ” pungkasnya
(Dims)