Harnas.id, LEBAK — Dua Wartawan media online berinisial DV dan RY di Kabupaten Lebak mengaku tak terima lantaran karya jurnalistiknya dianggap sebagai bagian pungli. Hal tersebut lantaran dia telah memberitakan tentang Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH-red) di Desa Warung Banten, Kecamatan Cibeber, Lebak.
Menurut DV, dia hanya melakukan peliputan di lokasi proyek yang memamg sempat diklaim bagian dari pengembangan energi hijau. Pasalnya, kata DV, menurut informasi yang didapat bahwa perusahaan dikerjakan oleh PT Dwipa Engineering Construction, dengan dukungan investasi asing dari Tinfos Hydropower Solution, perusahaan asal Norwegia diduga konflik kepentingan yang melibatkan aparatur desa setempat.
DV menceritakan bahwa kehadiran dia bersama dua rekannya di lokasi murni untuk kepentingan liputan jurnalistik, bukan untuk meminta uang. Kata DV, saat berada di lokasi bersama dua orang rekannya sempat disuguhi kopi oleh pegawai yang mengaku bekerja di PT Dwipa bernama Anas dan dia sempat meminta nomor rekening.
“Saya datang ke sana sesuai tupoksi wartawan, bukan untuk memungut uang. Memang kami sempat diminta nomor rekening dan teman saya sempat bertanya, untuk apa pak nomor rekening? Dia jawab, ‘Enggak, ini uang ngopi aja, biasa untuk silaturahmi. Saya tidak punya nomor rekening, palingan punya nomor seluler, dengan tidak ada bentuk pemerasan ataupun permintaan kepada Anas dan Kami menolak memberikan nomor rekening,” kata DV menjelaskan kepada puluhan awak media, Rabu (05/11/2025)
Selanjutnya, kata DV, setelah ia meninggalkan lokasi, disetengah perjalanan rekannya yang berinisial RY ternyata mendapat kiriman uang melalui transfer sebesar Rp400 ribu dari nomor rekening tidak dikenal yang diduga berasal dari pihak pegawai proyek bernama Anas.
“Kami kaget, karena tidak pernah meminta atau menyetujui adanya pemberian uang. Kami duga ini bisa jadi jebakan untuk mendiskreditkan wartawan yang sedang mengungkap fakta. Kami bertiga tiga merasa memeras dan melakukan pungli,” ujar DV menegaskan.
Kemudian kata DV, setelah berita itu diterbitkan, muncul seorang wartawan yang mengaku dari media online mencoba konfirmasi ke DV. Wartawan yang diduga baking perusahaan menanyakan adanya bukti kiriman uang Rp400 ribu kepada DV, kemudian, Dv merasa kaget tidak pernah merasa menerima uang tersebut.
“Saya tidak tau, yang konfirmasi mengaku dari media online memberitakan adanya dugaan pemerasan. Setelah saya memberitakan perusahaan tersebut. Padahal saya tidak menerima uang tersebut dan tidak pernah mengirimkan nomor rekening maupun nomor Dana,” tutur DV menjelaskan.
Sebelumnya diberitakan ada pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di aliran Sungai Ci Madur, Desa Warung Banten, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak yang menjadi disorot publik. Namun, di balik proyek ramah lingkungan berkekuatan sekitar 6 megawat tersebut, muncul dugaan konflik kepentingan yang melibatkan aparatur desa setempat. Kepala Desa Warung Banten, RD diduga ikut terlibat dalam bisnis proyek dengan menyuplai bahan bakar solar untuk alat berat melalui perusahaan miliknya, CV Putra Bujangga.
“Solar datang dari pihak desa, Kang. Semua dikontrol Jaro Rudi,” ujar Anas, pekerja PT Dwipa, kepada wartawan, Rabu (29/10/2025).
Pernyataan itu dikuatkan oleh Eza, salah satu ASN P3K yang menyediakan alat berat di proyek tersebut.
“Saya hanya sewa alat. Solar dan logistiknya dari pihak desa,” kata Eza.
Dugaan keterlibatan kepala desa dalam aktivitas bisnis proyek publik ini dinilai menyalahi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, terutama Pasal 29 huruf g, yang secara tegas melarang kepala desa melakukan usaha atau pekerjaan lain yang menimbulkan konflik kepentingan dengan jabatan.
Matahukum: Kepala Desa Bisa Langgar UU Tipikor, Laporkan ke Kejaksaan dan Inspektorat
Sekretaris Jenderal Matahukum, Mukhsin Nasir, menegaskan bahwa dugaan keterlibatan Kepala Desa Warung Banten dalam proyek tersebut bukan sekadar pelanggaran etik, tetapi juga berpotensi menjadi tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
“Ini bukan hal sepele. Kepala desa itu pejabat publik. Kalau benar dia ikut memasok bahan bakar proyek di wilayahnya sendiri, maka itu bentuk penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pribadi,” ujar Mukhsin, yang akrab disapa Daeng.
Menurut Mukhsin, tindakan semacam ini dapat dijerat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 junto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat publik yang merugikan kepentingan umum.
Mukhsin menegaskan, dugaan tersebut harus segera dilaporkan secara resmi ke Kejaksaan Tinggi Banten untuk dilakukan penyelidikan awal. Selain itu, Inspektorat Kabupaten Lebak juga wajib turun untuk melakukan audit etik dan administratif terhadap kinerja Kepala Desa Warung Banten.
“Laporan bisa diajukan ke Kejati Banten dan Inspektorat Lebak secara bersamaan. Karena ini menyangkut dua hal: dugaan pelanggaran pidana dan etika penyelenggaraan pemerintahan desa,” ujarnya.
Mukhsin menambahkan, jika dalam pemeriksaan ditemukan indikasi keterlibatan perusahaan penyedia bahan bakar ilegal, maka Pertamina Patra Niaga dan Ditreskrimsus Polda Banten juga perlu dilibatkan untuk menelusuri izin distribusi solar yang digunakan dalam proyek itu.
Lebih lanjut, Mukhsin juga menyoroti upaya pengaburan isu lewat tudingan “pungli” terhadap wartawan di lapangan.
“Itu modus lama untuk membungkam pers. Wartawan datang untuk mencari kebenaran, bukan jadi bagian dari transaksi. Justru harusnya dilindungi, bukan difitnah,” tegasnya.
Menurutnya, dugaan praktik kotor di proyek energi hijau seperti PLTMH Cibeber mencederai semangat transparansi dan akuntabilitas investasi asing yang digadang-gadang pemerintah.
“PLTMH ini proyek strategis, tapi kalau di lapangan dimainkan oleh oknum aparat lokal, maka kepercayaan investor bisa runtuh. Penegak hukum jangan diam,” pungkas Mukhsin.
Editor : Hdee




