Harnas.id – Presiden Rusia Vladimir Putin memimpin latihan kekuatan nuklir besar-besaran, menampilkan peluncuran rudal dalam simulasi serangan balasan di tengah meningkatnya ketegangan dengan negara-negara Barat terkait perang di Ukraina.
“Mengingat meningkatnya ketegangan geopolitik dan munculnya ancaman dan risiko eksternal baru, penting untuk memiliki kekuatan strategis yang modern dan selalu siap digunakan,” ujar Putin, sebagaimana dikutip oleh Al Jazeera.
Menteri Pertahanan Rusia, Andrei Belousov, dalam pernyataan yang disiarkan di televisi, mengatakan latihan ini bertujuan untuk berlatih melancarkan “serangan nuklir besar-besaran oleh pasukan ofensif strategis sebagai respons terhadap serangan nuklir oleh musuh.” Latihan tersebut melibatkan “tiga serangkai” nuklir Rusia, yakni rudal yang diluncurkan dari darat, laut, dan udara.
Latihan mencakup peluncuran rudal balistik antarbenua Yars dari Kosmodrom Plesetsk di Rusia barat laut menuju Kamchatka di Timur Jauh, peluncuran rudal balistik Sineva dan Bulava dari kapal selam, serta rudal jelajah dari pesawat pembom strategis, seperti dikonfirmasi oleh Kementerian Pertahanan Rusia.
Latihan ini berlangsung di momen kritis bagi Rusia yang semakin terlibat dalam konflik dengan Ukraina. Rusia memberi sinyal kepada Barat bahwa Moskow akan merespons jika Amerika Serikat dan sekutunya mengizinkan Ukraina melancarkan serangan rudal jarak jauh ke dalam wilayah Rusia. Pada hari Senin, NATO mengklaim Korea Utara telah mengirim pasukan ke Rusia barat, sebuah tuduhan yang tidak dibantah oleh Moskow.
Putin menegaskan, persenjataan nuklir Rusia adalah “penjamin kedaulatan dan keamanan negara.” Ia mengingatkan, bahwa penggunaan senjata nuklir oleh Rusia akan menjadi “tindakan ekstrem” untuk memastikan keamanannya.
Latihan ini mengikuti latihan lain pada 18 Oktober di wilayah Tver, barat laut Moskow, yang melibatkan pergerakan lapangan dengan rudal balistik antarbenua Yars yang mampu menjangkau kota-kota di AS. Sejak perang dimulai, Rusia telah mengubah sikapnya terhadap perjanjian nuklir utama dan menyebarkan rudal nuklir taktis di Belarus.
NATO menyatakan tidak akan terintimidasi oleh ancaman Rusia, sementara Ukraina menuduh Putin melakukan “pemerasan nuklir.” Bulan lalu, Putin menyetujui perubahan dalam doktrin nuklir Rusia, memperluas skenario penggunaan senjata nuklir. Perubahan ini menyatakan bahwa serangan yang didukung kekuatan nuklir akan dianggap sebagai serangan gabungan, peringatan bagi AS agar tidak membantu Ukraina menyerang jauh ke dalam wilayah Rusia.
Meski demikian, Putin menegaskan bahwa Rusia tidak perlu menggunakan senjata nuklir untuk memenangkan perang di Ukraina. Rusia dan Amerika Serikat saat ini mengendalikan sekitar 88 persen hulu ledak nuklir dunia, menjadikan kedua negara tersebut kekuatan nuklir terbesar global.