BALI, Harnas.id – Presiden Joko Widodo (Jokowi) tampak kecewa dengan upaya penanggulangan sampah di Indonesia. Sinyal itu terlihat jelas saat dirinya meresmikan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Kesiman Kertalangu di Denpasar, Bali, Senin (13/3/2023).
Jokowi menginginkan, sistem pengolahan sampah harus sudah bisa diterapkan diberbagai kota di Indonesia. Sehingga dengan adanya contoh nyata dari sistem yang baik daerah lain bisa meniru TPST Kesiman Kertalangu.
“Tapi contohnya harus ada dulu, karena kita sudah puluhan tahun mendesain pengelolaan sampah ini nggak ada yang jadi. Ini mau kita copy karena cost-nya jelas, anggarannya jelas, sehingga kabupaten/kota yang lain tinggal tiru aja,” katanya saat memberikan keterangan pers.
Karena itu, dengan diresmikannya TPST Kesiman Kertalangu dia berharap layanan itu bisa diterapkan di berbagai provinsi.
“Kita ingin dapat contoh satu saja pengelolaan yang bener. Sistemnya terserah mau seperti ini pengelolaan sistem terpadu. Di sini bisa jadi pelet, bisa jadi maggot, sudah berjalan. Ada juga yang memakai incinerator,” kata Jokowi.
Sebelumnya, polemik soal sampah juga sejatinya sudah didegungkan Menko bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang khawatir sampah bisa memunculkan generasi cacat di Indonesia.
Dia pun berharap ada teknologi yang bisa memudahkan penyelesaian masalah sampah, terutama sampah plastik di laut. Teknologi yang memungkinkan sampah plastik tidak terendap ke dasar laut.
“Masalah plastik masalah dunia, harus ditangani dengan baik. Indonesia salah satu negara yang mungkin saya bilang paling maju dalam penanganan ini. Karena kita punya komitmen, tahun 2025 bisa selesaikan 70%. Hari ini sudah kita selesaikan 35% masalah sampah plastik di laut,” kata Luhut peresmian pabrik daur ulang plastik PET ditayangkan virtual akun Youtube Kemenko bidang Kemaritiman dan Investasi RI, Selasa (8/2/2023).
Hanya saja, lanjutnya, masih ada persoalan lain. Yaitu, sampah plastik yang kini ada di bawah laut, tenggelam dan mengendap di dasar laut.
“Di bawahnya masih banyak yang belum kita hitung karena plastik ini tenggelam. Sekarang kita ingin plastik itu dibuat bisa mengambang sehingga nggak turun ke bawah. Sehingga lebih mudah di-collect (dikumpul-dibersihkan),” ujarnya.
“Teknologi ini lagi kita studi dan berharap bisa segera produksi. Dan, kita harap perusahaan plastik menggunakan teknologi ini dan semua. Jadi, plastik ketika masuk ke laut harus bisa mengambang sehingga mudah di-collect,” tambah Luhut.
Sementara itu, imbuh dia, akan dilakukan penambahan kapasitas tampung Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi. Saat ini, kata dia, sudah ada rumah pemulihan material (RPM) sampah dari DKI Jakarta dengan kapasitas 2.000 ton per hari. Padahal, sampah DKI per hari mencapai 8.000 ton.
“Angkanya besar sekali. Keberadaan ini (RPM) sudah bagus tapi perlu ditingkatkan kapasitas sekarang 25.000 ton per tahun. Kalau bisa, dalam 2 tahun ke depan double karena plastik ini berbahaya, tapi dibutuhkan. Karena dia (sampah plastik) masuk ke laut bisa dimakan ikan, dikonsumsi kita terutama ibu-ibu hamil anaknya bisa cacat. Kita nggak mau generasi cacat di Indonesia. Karena itu terus terang saya sangat perhatikan ini,” tegas Luhut.
Karena itu, imbuh dia, dalam forum di Davos, Swiss bulan lalu, Luhut mengaku telah menunjukkan sikap tegas pemerintah Indonesia.
“Jadi masalah lingkungan jangan hanya kita bicara saja tapi aksi konkret kita apa? Kalau Indonesia, saya bicara di Davos, we prove it, kami sudah bikin replanting mangrove 600.000 ha, itu akan selesai 2024,” pungkas Luhut. (PB/*)