Kisah Karyawati Korban Penganiayaan Anak Bos Toko Roti: Jual Motor Demi Keadilan

Tangkapan Layar. Foto: Istimewa

Harnas.id, Jakarta – Dwi Ayu Dharmawati, karyawati yang menjadi korban penganiayaan oleh anak bos toko roti, menceritakan perjuangannya dalam mengawal kasus ini. Salah satu langkah yang harus diambil Dwi adalah menjual motor pribadinya untuk membayar jasa pengacara.

Hal ini disampaikan Dwi dalam audiensi bersama Komisi III DPR yang dipimpin oleh Ketua Komisi III dari Fraksi Gerindra, Habiburokhman. Pertemuan berlangsung di ruang rapat Komisi III DPR, Gedung Nusantara II DPR, Senayan, Jakarta, pada Selasa (17/12/2024).

Dalam audiensi, Dwi menceritakan pengalamannya saat menerima pengacara yang diklaim sebagai utusan dari polda. Namun, belakangan diketahui bahwa pengacara tersebut ternyata berasal dari pihak pelaku.

“Saya sempat dikirimkan pengacara dari pihak pelaku, tapi awalnya saya nggak tahu kalau itu dari pihak pelaku. Dia mengaku dari LBH utusan polda,” kata Dwi.

Dwi kemudian mengganti pengacaranya. Namun, proses ini tidak berjalan mulus karena biaya yang terus membengkak.

“Pengacara baru ini setiap ada info selalu datang ke rumah dan meminta uang. Sampai-sampai mama saya menjual motor untuk membayar,” ungkap Dwi.

Sayangnya, pengorbanan itu tidak membuahkan hasil. Dwi mengaku kehilangan kontak dengan pengacara tersebut.

“Setelah motor dijual, saya coba hubungi lagi, tapi dia sudah tidak bisa dihubungi,” tambahnya.

Kasus penganiayaan ini masih dalam tahap penyidikan oleh Polres Metro Jakarta Timur. Tersangka, George Sugama Halim, yang diduga memiliki sifat temperamental, akan menjalani tes kejiwaan sebagai bagian dari proses hukum.

“Kami akan melakukan pemeriksaan kejiwaan terhadap tersangka,” ujar Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Nicolas Ary Lilipaly.

Berdasarkan keterangan sejumlah saksi, George dikenal memiliki sifat yang mudah emosi.

“Dari hasil keterangan saksi-saksi, tersangka memang temperamental,” lanjut Kombes Nicolas.

Dwi berharap kasus ini dapat berjalan adil dan pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal. Perjuangannya menjadi simbol keberanian dalam melawan ketidakadilan, meskipun harus mengorbankan harta benda demi mencari keadilan.