GAMKI Gelar Konsultasi Nasional 2025: Perkuat Perlindungan Anak & Perempuan di Ruang Digital Lewat PP Tunas

Momen kebersamaan para narasumber, pengurus, dan peserta dalam Konsultasi Nasional & Fasilitator Perempuan GAMKI 2025 di NT Tower. Foto: Dok. GAMKI.

Harnas.id, JAKARTA – Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI) membuka rangkaian Konsultasi Nasional & Fasilitator Perempuan GAMKI 2025 melalui sebuah Talkshow bertema “Peningkatan Kapasitas DNA Perlindungan Anak di Ruang Digital melalui PP Tunas”.

Acara yang berlangsung pada 4 Desember 2025 di Nusantara Hall, NT Tower ini dipandu oleh Pdt. Fransisca Nadia Manuputty, Kepala Bidang Diplomasi & Hubungan Luar Negeri DPP GAMKI, dengan menghadirkan narasumber: Brigjen Pol. Dr. Nurul Azizah, S.I.K., M.Si. (Direktur Tindak Pidana PPA–PPO Bareskrim Polri), Drs. Kawiyan, M.I.Kom (Anggota Komisi KPAI), Dr. Helen Diana Vida Simarmata, S.Sos., M.I.Kom. (Aktivis Perempuan & Dosen UKI), serta Alan Christian Singkali, S.E., M.Si. (Sekretaris Umum DPP GAMKI).

Dalam paparannya, Brigjen Pol. Dr. Nurul Azizah menjelaskan bahwa transformasi digital “membawa peluang besar, namun juga ancaman baru yang tidak bisa diabaikan”. Ia mengingatkan bahwa sejak 2021 jumlah laporan kejahatan digital meningkat hingga ratusan ribu kasus, sementara “50 persen kasus perdagangan orang kini berawal dari media sosial”. Polri, melalui Direktorat PPA–PPO yang dibentuk pada tahun 2024, berupaya memperkuat penanganan Kekerasan Berbasis Gender (KBG) dan pemulihan korban.

Meski unit khusus baru tersedia di 11 Polda, seluruh Polda tetap dapat menangani kasus melalui mekanisme Remata. Beliau menegaskan, “Jika ada oknum yang menghambat proses hukum, masyarakat berhak melapor ke Propam”.

Drs. Kawiyan dari KPAI menyampaikan bahwa internet telah menjadi kebutuhan primer anak-anak, tetapi membawa risiko serius yang harus dimitigasi. Ia menjelaskan bahwa PP Tunas memuat pedoman penting mengenai pengawasan akses digital, klasifikasi risiko, kewajiban PSE dalam edukasi digital, hingga sanksi administratif bagi platform yang tidak patuh. “PP Tunas sudah ditetapkan dan akan efektif dua tahun setelah pengesahan.

Orangtua perlu memahami tanda bahaya, misalnya ketika anak menarik diri atau menghapus jejak digitalnya,” ujarnya. KPAI saat ini terus memperluas edukasi ke sekolah dan keluarga.

Sementara itu, Dr. Helen Diana Vida Simarmata menegaskan bahwa lembaga pendidikan harus menjadi ruang awal pembentukan budaya digital yang aman. Ia memaparkan tingginya kerentanan perempuan di dunia maya—mulai dari kekerasan berbasis gender, penyebaran konten pribadi, penipuan digital, hingga ketimpangan akses teknologi.

Anak-anak menghadapi ancaman yang tak kalah berat, seperti cyberbullying, grooming, kecanduan internet, paparan konten negatif, dan perdagangan anak berbasis online. Menurutnya, “Tidak ada platform digital yang benar-benar aman; perlindungan terbaik adalah edukasi dan literasi privasi. Jika anak berusaha menghapus jejak digital, itu tanda yang harus segera dicermati”.

Sekretaris Umum DPP GAMKI, Alan Christian Singkali, S.E., M.Si., menegaskan bahwa isu perempuan dan anak merupakan prioritas strategis semua tingkatan organisasi. “GAMKI terus memperkuat kolaborasi lintas lembaga agar ruang aman dapat dibangun, terutama di wilayah rentan bencana,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa teknologi tidak dapat ditolak, sehingga pendampingan orangtua serta penyediaan aktivitas non-digital menjadi sangat penting agar anak tidak bergantung pada internet.

Dalam sesi tanya jawab, peserta dari berbagai daerah menyampaikan beragam persoalan, mulai dari tindak lanjut kader setelah kegiatan, benang merah pencegahan dan penanganan KBG, pengawasan internal aparat, pembatasan penggunaan internet bagi anak, hingga kendala ketika pelaku justru berasal dari keluarga atau oknum kepolisian.

Para narasumber menegaskan bahwa perspektif gender di kepolisian terus diperkuat, PP Tunas akan segera efektif dalam dua tahun, dan edukasi digital adalah fondasi utama perlindungan. GAMKI sendiri membuka kemungkinan pembentukan posko penanganan KBG di berbagai daerah sebagai bentuk dukungan konkret.

Menutup kegiatan, Brigjen Pol. Dr. Nurul Azizah menegaskan komitmen Polri untuk memberikan pelayanan yang berempati dan profesional. Kawiyan mengajak orangtua meningkatkan kompetensi digital agar mampu mendampingi anak. Dr. Helen mengingatkan bahwa pembatasan tidak akan efektif tanpa kesadaran diri pengguna. Alan Christian Singkali menyampaikan bahwa “isu perempuan dan anak akan terus menjadi arus utama GAMKI dari pusat hingga daerah”.

Kegiatan diakhiri dengan deklarasi bersama “Tolak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak”, sebagai wujud komitmen kolektif seluruh peserta untuk memperkuat ruang yang aman, inklusif, dan berkeadilan bagi semua.