HARNAS.ID – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri memastikan akan mendalami aliran uang Bupati nonaktif Penajam Paser Utara, Abdul Gafur Mas’ud ke Ketua Bappilu Partai Demokrat Andi Arief. Firli menyayangkan Andi Arief tidak memenuhi panggilan KPK, Senin (28/3/2022).
Firli menyatakan tak segan menjerat pihak lain, dengan mengembangkan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur tahun 2021-2022.
“Kami tentu dalam rangka penyidikan, kita akan melakukan pemeriksaan, pengumpulan keterangan-keterangan, dan bukti-bukti. Nanti kita lihat dari keterangan para saksi, keterangan tersangka yang sudah ada, terus bukti-bukti yang sudah ada, apakah ini akan membuat terang suatu perkara korupsi yang diduga dan nanti kita akan temukan, apakah ada orang lain terlibat,” kata Firli ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/3/2022).
Menurut Firli, pemanggilan kepada Andi Arief sebagai saksi sudah sesuai prosedur. Dia pun menegaskan, pihaknya telah melayangkan surat pemanggilan kepada Andi Arief pada 23 Maret 2022 lalu.
“Sudah ada bukti-bukti petunjuk bahwa yang bersangkutan diperlukan untuk kepentingan penyidikan. Surat panggilan kepada yang bersangkutan sudah dikirim KPK pada 23 Maret 2022,” cetus Firli.
Andi Arief sebelumnya mengklaim tidak pernah menerima surat pemanggilan pemeriksaan dari KPK. Tak memenuhi panggilan KPK, Andi Arief justru melontarkan pernyataan melalui media sosial Twitter.
“Apakah saya dipanggil hari ini saksi kasus gratifikasi Bupati Penajam Paser Utara? Pertama, mana surat pemanggilan saya, kedua apa urusan saya koq tiba-tiba dihubungkan? Jubir KPK salah bicara atau sengaja perlakukan saya seperti ini?” tulis Andi Arief dalam cuitannya melalui akun Twitter @Andiarief_Senin (28/3/2022).
Dalam cuitan selanjutnya, Andi Arief juga menuding jubir KPK sudah membuat berita hoaks. Andi Arief menunggu permintaan maaf dari jubir KPK.
“Saya menunggu permintaan maaf Jubir KPK yang sudah membuat berita hoax dan tidak profesional, sehingga merugikan saya,” cetus Andi Arief.
Bahkan, Andi Arief mengaku sudah melaporkan kepada anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat. Andi Arief meminta anggota Komisi III dari Fraksi Demokrat untuk memanggil jubir KPK.
“Saya sudah lapor anggota Komisi 3 DPR partai Demokrat untuk memanggil Jubir KPK dan apa motifnya umumkan sembarangan berita salah,” pungkas Andi Arief.
KPK menjerat Abdul Gafur dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur tahun 2021-2022. Lembaga antirasuah juga turut menjerat empat pihak lainnya.
Di antaranya Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan, Nur Afifah Balqis; Plt Sekda Kabupaten Penajam Paser Utara, Mulyadi; Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara, Edi Hasmoro; Kepala Bidang Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara, Jusman; pihak swasta Achmad Zuhdi.
Penetapan tersangka ini dilakukan usai KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Rabu (12/12021). KPK mengamankan barang bukti uang senilai Rp 1,447 miliar.
Uang suap tersebut diduga terkait proyek pekerjaan yang ada pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara dan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara senilai Rp 112 miliar.
Pengadaan proyek tersebut untuk pembangunan proyek multiyears peningkatan jalan Sotek – Bukit Subur dengan nilai kontrak Rp 58 miliar dan pembangunan gedung perpustakaan dengan nilai kontrak Rp 9,9 miliar.
Tersangka Achmad Zuhdi selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara Abdul Gafur, Mulyadi, Edi Hasmoro, Jusman dan Nur Afifah Balqis selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Editor: Ridwan Maulana