HARNAS.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas kinerja pencegahan lembaga antirasuah tersebut. Audit yang dimaksud yakni Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (PDTT) atas kinerja KPK yang dilakukan oleh BPK pada semester II 2020 untuk unit kerja Direktorat Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi (Labuksi).
Menurut Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (12/7/2021), atas inisiatif KPK, cakupan audit kinerja diminta untuk diperluas mencakup Kedeputian Pencegahan.
KPK ingin mendapatkan penilaian yang objektif dari pihak lain tentang kinerja fungsi pencegahan yang dilakukan oleh Direktorat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Direktorat Gratifikasi, Direktorat Penelitian dan Pengembangan (Litbang), Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat (Dikyanmas), dan Direktorat Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah).
“BPK menyetujui, tetapi hanya unit kerja korsupgah yang akan diaudit kinerja karena keterbatasan sumber daya BPK. Direktorat Dikyanmas dan Korsupgah pada 2020 masih berada di bawah Kedeputian Pencegahan,” katanya.
Hasil audit kinerja yang disampaikan untuk ditindaklanjuti antara lain terkait dengan Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 7 Tahun 2020. Rekomendasi BPK untuk perbaikan perkom, yakni perkom menyebutkan tugas dan fungsi Direktorat Labuksi membuat aplikasi terkait pengelolaan aset, barang bukti dan eksekusi.
Ini merupakan tugas pada Direktorat Pengelolaan Data dan Informasi atau sekarang bernama Direktorat Manajemen Informasi. Perkom juga tidak menyebutkan secara eksplisit fungsi pencegahan pada Kedeputian Korsup sehingga dikhawatirkan akan membuat pelaksanaan tugas Korsupgah tidak efektif.
“KPK menghormati hasil audit BPK dan telah menindaklanjuti rekomendasi yang diberikan. Tindak lanjut atas rekomendasi perbaikan Perkom Nomor 7 2020 saat ini sedang berjalan, sebagaimana diputuskan dalam rapat evaluasi atas audit kinerja pada April 2021,” tuturnya.
Rekomendasi lain tentang korsupgah, yaitu BPK menilai bahwa Monitoring Center for Prevention (MCP) Korsupgah untuk mengukur kemajuan pembangunan tata kelola pemerintahan daerah untuk pencegahan korupsi dalam delapan elemen sangat efektif dan strategis.
“Bahkan direkomendasikan untuk memperkuat regulasi terkait MCP dalam bentuk Perpres atau aturan lainnya sehingga kemudian dapat dikelola bersama-sama dengan kementerian/lembaga dan instansi lainnya,” ujarnya.
Rekomendasi berikut, kata dia, diberikan terkait dengan kelemahan MCP berdasarkan pengamatan BPK di lapangan. Perbaikan MCP direkomendasikan berupa penguatan dukungan sarana dan prasarana di pemda, revisi indikator penilaian agar lebih tajam dan realistis dan pelibatan kementerian/lembaga/pemda sebagai stakeholder, dan penerapan pedoman monitoring pencegahan korupsi pada tata kelola pemda.
Atas rekomendasi tersebut, KPK telah menindaklanjutinya dengan penandatanganan perjanjian kerja sama antara Deputi Korsup dengan Deputi Bidang Akuntan Negara dan Deputi Pengawasan Bidang Penyelenggaraan Keuangan Daerah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk pengelolaan MCP melalui perwakilan BPKP di 34 provinsi.
“Saat ini, KPK sedang memproses pengelolaan delapan elemen MCP bersama enam unit eselon I Kementerian Dalam Negeri, dua unit eselon I BPKP, dan 34 Kantor Perwakilan BPKP,” ujar Ipi.
Menurut dia, permintaan KPK agar BPK mengaudit pencegahan yang dilakukan oleh KPK juga didasarkan pada tujuan untuk terus meningkatkan kinerja di bidang pencegahan sehingga kurang tepat jika menyimpulkan efektifitas upaya pencegahan KPK hanya dengan sampel dari unit Korsupgah.
“Sesuai amanah UU, KPK akan terus mengintensifkan pelaksanaan tugas pencegahan, koordinasi, dan monitoring baik di tingkat pusat maupun daerah dengan melibatkan segenap mitra pemangku kepentingan.”
Editor: Ridwan Maulana