Trump Tingkatkan Tarif, Ekonomi Global Terancam

Foto: Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo saat memberikan Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Desember 2024. (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)

Harnas.id, Jakarta  – Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, menyebut kebijakan tarif bea masuk tinggi yang digagas presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, berpotensi meluas ke lebih banyak negara dan komoditas. Dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Kamis (19/12/2024), Perry menyampaikan bahwa ancaman ini tidak hanya menyasar lima negara utama, tetapi cakupannya akan diperluas.

Lima negara awal yang disebut akan terkena tarif tinggi adalah China, Meksiko, Uni Eropa, Kanada, dan Vietnam. Namun, Perry memperingatkan bahwa cakupan kebijakan ini akan berkembang mencakup negara lain, seperti Jepang, Korea Selatan, dan Inggris.

“Memang rencana kebijakan presiden terpilih Trump akan memperluas cakupan negara, tarifnya akan lebih tinggi, dan komoditas yang dikenakan semakin banyak,” jelas Perry.

Tarif untuk China akan dinaikkan dari 15% menjadi 30%, sementara negara seperti Meksiko, Kanada, Jepang, dan Vietnam akan dikenakan tarif sebesar 10%. Untuk Uni Eropa dan Inggris, tarif bea masuk diperkirakan mencapai 25%.

Ancaman Terhadap Indonesia?

Bagaimana dampaknya untuk Indonesia? Perry menegaskan bahwa negara-negara dengan surplus perdagangan tinggi terhadap AS akan menjadi sasaran utama kebijakan ini.

“Indonesia, kalau tidak salah, berada di peringkat ke-15. Jadi Insyaallah tidak menjadi sasaran utama saat ini,” ujar Perry.

Komoditas yang Terkena Dampak

Kebijakan tarif tinggi ini akan mencakup berbagai komoditas strategis. Di antaranya:

  • China: Hampir semua produk, termasuk baja, aluminium, kendaraan bermotor, mesin elektronik, dan bahan kimia.

  • Uni Eropa dan Inggris: Kendaraan bermotor akan menjadi komoditas utama yang terkena tarif.

  • Vietnam: Panel surya akan menjadi target utama.

Dampak Ekonomi Global

Perry memperingatkan bahwa kebijakan ini dapat menimbulkan dampak signifikan pada ekonomi global, termasuk perlambatan pertumbuhan, terganggunya rantai pasok, dan kenaikan inflasi.

“Kebijakan ini akan menurunkan perdagangan dunia, menekan pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan inflasi,” ungkapnya.