Retrospeksi 35 Tahun Ekowisata, Prof. Ricky Avenzora Kritik Pola Penyegelan Objek Wisata

Harnas.id, BOGOR – Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan hayati dan budaya terbesar di dunia. Namun, menurut Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, Prof. Dr. Ricky Avenzora, potensi ekowisata yang melimpah itu masih jauh dari optimal.

Dalam Konferensi Pers Pra-Orasi Ilmiah Guru Besar IPB, 18 September 2025, Prof. Ricky—akrab disapa Prof. Ara—menyampaikan refleksi bertajuk “Retrospeksi Akademis 35 Tahun Pembangunan Ekowisata di Indonesia.” Ia menilai Indonesia masih tertinggal dibanding negara tetangga meski memiliki ratusan gunung berapi, garis pantai panjang, hingga satwa endemik.

“Potensi besar justru berujung pada konflik satwa dan manusia, kerusakan lingkungan, serta manfaat pariwisata yang timpang. Kelompok kecil menikmati keuntungan besar, sementara masyarakat lokal hanya mendapat ‘recehan’,” ujarnya.

Dalam paparannya, Prof. Ara menyoroti langkah pemerintah yang menyegel dan membongkar sejumlah destinasi wisata, termasuk di kawasan Puncak, Bogor. Ia menilai kebijakan itu sering dilakukan secara berlebihan dan tidak prosedural.

“Pola hentikan dan bongkar adalah bentuk arogansi jabatan yang merugikan semua pihak. Hak usaha seharusnya didukung dan difasilitasi, bukan dimatikan,” tegasnya.

Ia menyebut EIGER Adventure Land sebagai contoh pengusaha wisata yang konsisten membangun ekowisata dan perlu mendapat dukungan penuh pemerintah.

Sebagai jalan keluar, Prof. Ricky menawarkan beberapa langkah strategis, antara lain:

  • Academic reengineering di bidang pariwisata,

  • Pergeseran paradigma pembangunan yang lebih berpihak pada masyarakat,

  • Penguatan peran sektor swasta sebagai inkubator bisnis komunal.

Menurutnya, rekreasi harus dipahami bukan sekadar perjalanan, melainkan perjalanan berkesadaran yang memberi manfaat bagi manusia dan alam.

“Ekowisata adalah jalan untuk menemukan jati diri sekaligus menjaga semesta. Pemerintah dan swasta harus bersinergi, bukan saling melemahkan,” pungkas Prof. Ara.

Editor: IJS