
Harnas.id – Gunung Carstensz, atau yang lebih dikenal sebagai Puncak Jaya, merupakan salah satu dari Seven Summit dunia berdasarkan versi Reinhold Messner. Dengan ketinggian 4.884 meter di atas permukaan laut (mdpl), gunung ini menjadi daya tarik bagi para pendaki dari seluruh dunia.
Meskipun lebih rendah dibandingkan Seven Summit lainnya seperti Kilimanjaro atau Denali, Gunung Carstensz menawarkan tantangan unik karena merupakan satu-satunya gunung dalam daftar tersebut yang memiliki jalur climbing peak. Berbeda dengan gunung lain yang didominasi jalur trekking, pendakian di Carstensz membutuhkan keterampilan teknis dalam panjat tebing.
Gunung Carstensz: Tantangan Panjat Tebing di Ketinggian Ekstrem
Gunung Carstensz dikenal sebagai gunung teknikal yang menuntut penggunaan peralatan panjat seperti tali, karabiner, dan harness. Pendaki tidak hanya dituntut memiliki fisik yang kuat, tetapi juga kemampuan dalam teknik climbing.
Pendaki profesional sekaligus pemilik ekspedisi PAT Adventure, Fandhi Achmad, menegaskan bahwa Carstensz bukanlah gunung untuk pendaki pemula.
“Gunung Carstensz itu teknikal, satu-satunya climbing peak dari Seven Summit. Bukan untuk pemula,” ujarnya kepada media.
Karakteristik medan Carstensz membuatnya berbeda dari gunung-gunung lain. Tidak hanya membutuhkan keterampilan teknis, tetapi juga kesiapan mental dalam menghadapi jalur berbatu terjal dengan kondisi cuaca yang ekstrem.
Tragedi di Gunung Carstensz: Dua Pendaki Meninggal Dunia
Tragedi kembali terjadi di Gunung Carstensz pada Sabtu (1/3/2025). Dua pendaki asal Indonesia, Lilie Wijayanti dan Elsa Laksono, meninggal dunia saat dalam perjalanan turun. Sementara itu, tiga pendaki lainnya—Indira Alaika, Alvin Reggy Perdana, dan Saroni—mengalami hipotermia, tetapi berhasil diselamatkan.
Insiden ini kembali membuktikan bahwa Gunung Carstensz bukan gunung biasa dan memerlukan persiapan matang sebelum pendakian.
Fandhi Achmad menyoroti perbedaan kesiapan antara pendaki lokal dan asing.
“Pendaki luar negeri yang datang ke Carstensz rata-rata sedang dalam proyek Seven Summit. Mereka sudah terbiasa dengan gunung tinggi dan teknik panjat tebing. Sementara itu, banyak pendaki Indonesia yang baru pertama kali menghadapi tantangan seperti ini,” jelasnya.
Kurangnya pengalaman dalam menghadapi medan teknikal serta kondisi cuaca ekstrem di Carstensz menjadi faktor utama dalam banyak kecelakaan yang terjadi di gunung ini.
Aklimatisasi dan Risiko Besar Saat Turun Gunung
Selain teknik pendakian, aklimatisasi menjadi faktor krusial dalam keberhasilan pendakian Carstensz.
Kelompok pendaki yang mengalami kecelakaan hanya menjalani aklimatisasi selama dua hari, yang dianggap tidak cukup untuk menyesuaikan tubuh dengan kondisi ketinggian.
“Pendaki asing biasanya sudah memiliki body memory dari gunung tinggi sebelumnya. Sementara pendaki Indonesia yang baru pertama kali mendaki di ketinggian ini bisa mengalami pusing dan kelelahan jika aklimatisasi dilakukan terlalu singkat,” tambah Fandhi.
Namun, tantangan terbesar justru terjadi saat turun gunung. Sebanyak 90 persen kasus kematian di Carstensz terjadi dalam perjalanan turun, terutama karena kelelahan dan kesalahan teknis dalam pemasangan tali.
“Jika turun dalam kondisi gelap, risiko kesalahan dalam pemasangan tali semakin besar. Pendaki harus sudah berada di bawah sebelum pukul 14.00 agar terhindar dari bahaya,” ujarnya.
Pendakian Carstensz: Biaya dan Perizinan yang Tidak Murah
Selain medannya yang ekstrem, pendakian Gunung Carstensz juga memerlukan biaya besar. Paket pendakian bisa mencapai Rp 80 juta per orang, belum termasuk tiket pesawat dan penginapan di Timika. Jika ditotal, seorang pendaki bisa menghabiskan hingga Rp 100 juta untuk ekspedisi ini.
Bagi pendaki asing, biaya yang harus dikeluarkan lebih tinggi, bisa mencapai 8.000 USD (sekitar Rp 125 juta) di luar akomodasi. Proses perizinan yang cukup rumit juga menjadi tantangan tersendiri bagi mereka yang ingin mendaki gunung ini.
Carstensz: Gunung yang Hanya untuk Pendaki Berpengalaman
Gunung Carstensz bukanlah gunung yang bisa didaki dengan persiapan seadanya. Medan yang teknikal, cuaca ekstrem, serta biaya yang tidak sedikit membuatnya menjadi tantangan besar bahkan bagi pendaki berpengalaman.
Persiapan fisik, mental, serta keterampilan dalam teknik panjat tebing menjadi kunci utama dalam menghadapi gunung ini.
“Menikmati proses pendakian dengan kesiapan yang matang jauh lebih berharga daripada sekadar mencapai puncak dengan risiko tinggi,” tutup Fandhi.
Editor: IJS