Harnas.id, JAKARTA – Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Asep Nana Mulyana, Selasa (28/10/2025), di Jakarta, mengabulkan 10 permohonan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ) dari beberapa kantor kejaksaan negeri (Kejari) di Indonesia.
Kesepuluh perkara tersebut adalah :
1.Tersangka Herman bin Saberan dari Kejaksaan Negeri Tapin, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
2.TersangkaI Al Mujahidin alias Hidin dari Kejari Morowali, melanggar Pasal 156a huruf a KUHP tentang Penodaan Agama dan Unsur-unsurnya jo. Pasal 406 Ayat (1) KUHP tentang Perusakan.
3.Tersangka Usman Ibrahim bin Mail dari Kejari Penajem Paser Utara, melanggar Pasal 335 Ayat (1) angka 1 KUHP tentang Pengancaman atau Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
4.Tersangka Maman Susanto alias Maman bin Marto dari Kejari Ketapang, melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
5.Tersangka I Agus Binus Sapi’i alias Binus anak dari Linus Lipung dan Tersangka II Yeremia Oktavianus alias Nton anak dari Linus Lipung dari Kejari Sanggau, melanggar Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang Pengeroyokan.
6.Tersangka Amril Holong Silaban dari Kejari Humbang Hasunduta, melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
7.Tersangka Riswan Efendy dari Kejari Padang Lawas Utara, melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
8.Tersangka Alex Satria als Alex bin Silim dari Kejari Pekanbaru, melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
9.Tersangka Badriah binti (Alm) Ismail dari Kejari Bireuen, melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
10.Tersangka I Akbar Galus alias Akbar bin Mustakim IB dan Tersangka II Hero Alfaruq alias Hero bin Mawardi dari Kejari Bener Meriah, melanggar Pasal 76C jo. Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perbuahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini, antara lain:
• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
• Tersangka belum pernah dihukum.
• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun.
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
• Pertimbangan sosiologis.
• Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya JAM Pidum Asep Mulyana memerintahkan para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM Pidum.
Editor : Hdee


