
Harnas.id, BOGOR – IPB University melalui STABLE Project mengambil langkah strategis untuk meningkatkan kompetensi lulusan Indonesia dalam menghadapi tantangan keberlanjutan pesisir dan laut di kawasan ASEAN. Upaya tersebut diwujudkan melalui Lokakarya Kurikulum, Penyusunan Konten Mata Kuliah, dan Pelatihan Lanjutan yang digelar di Leibniz Centre for Tropical Marine Research (ZMT), Bremen, Jerman, pada 19–21 November.
STABLE Project (Higher Education Partnership for Blue Economy) merupakan inisiatif kolaboratif dalam kerangka EU-ASEAN SCOPE Higher Education Connectivity. Proyek ini dipimpin oleh Prof Hefni Effendi, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University sekaligus Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP).
Lokakarya ini mempertemukan 19 dosen FPIK IPB University, empat dosen Universiti Malaysia Terengganu (UMT), serta para mitra Eropa dari ZMT Bremen, University of Bremen (Jerman), dan University of Groningen (Belanda). Kegiatan dibuka oleh Direktur ZMT, Prof Dr Raimund Bleischwitz, bersama Dekan FPIK IPB University, Prof Fredinan Yulianda.
Sebagai pemimpin proyek, Prof Hefni memaparkan arah kerja STABLE Project yang akan berlangsung selama tiga tahun (2025–2027). Pada hari pertama, para akademisi memulai pemetaan interaktif untuk mendefinisikan konsep ekonomi biru yang dipandu oleh Rebecca Lahl dari ZMT.
“Kami mempresentasikan kurikulum FPIK IPB University untuk empat program magister—SPL, SDP, IKL, dan TEK—beserta lima Rencana Pembelajaran Semester (RPS) mata kuliah,” jelas Prof Hefni. Paparan tersebut kemudian mendapat masukan dari para mitra internasional mengenai integrasi modul ekonomi biru ke dalam kurikulum.
Presentasi dari UMT serta program-program magister University of Bremen dan University of Groningen turut memperkaya diskusi, termasuk tentang pembaruan kurikulum, prospek masa depan bidang perikanan dan kelautan, hingga inklusi ilmu sosial dalam ekonomi biru.
Selain lokakarya kurikulum, peserta juga mengikuti pelatihan lanjutan yang mencakup topik luas terkait pengajaran berbasis riset: tata kelola berkelanjutan, karbon biru, konservasi laut, transdisiplin, hingga akuntansi laut. Para pakar juga memperkenalkan berbagai tools terbaru seperti eDNA, pemodelan lingkungan, artificial intelligence (AI), penginderaan jauh, dan Science LinX.
Pembahasan lain turut mencakup ekonomi biru dan keadilan laut, ekologi ikan, restorasi mangrove, pengelolaan air berbasis masyarakat, pariwisata, hingga peluang pendanaan penelitian internasional melalui Horizon Europe, Erasmus, Euraxess, dan DAAD.
“Melalui Lokakarya Proyek Internal, kami juga mengeksplorasi kolaborasi lanjutan seperti program magister dan doktoral bersama, riset kolaboratif, pertukaran pelajar, summer school, hingga simposium internasional,” ujar Prof Hefni.
Kegiatan ditutup dengan kunjungan ke fasilitas riset Marine Experimental Ecology (MAREE) ZMT Bremen, yang menjadi sarana pembelajaran tambahan bagi peserta dalam memahami riset kelautan berbasis eksperimen.










