Ia menjelaskan bahwa kanker kolorektal adalah keganasan pada jaringan usus besar dan rektum. Kanker ini merupakan salah satu dari lima jenis kanker yang menjadi prioritas dalam strategi nasional, dengan angka kematian yang tinggi. Skrining dan deteksi dini menjadi salah satu pilar dari enam pilar yang ditetapkan pemerintah untuk menangani kanker di Indonesia, yang masuk dalam Strategi Pencegahan dan Pengendalian Kanker Nasional 2024-2034.
“Saya mengangkat judul ini untuk memaparkan kepada kita semua, peran Patologi Klinik dalam mengembangkan pemeriksaan non-invasif yang bermanfaat dalam skrining dan deteksi dini kanker kolorektal,” ujar Prof. Yusra. Lebih lanjut ia mengatakan, biaya yang dikeluarkan BPJS untuk pengobatan kanker di tahun 2023 meningkat hampir 50% menjadi 5,9 triliun dibanding tahun sebelumnya. Kanker kolorektal menempati urutan kedua yang memiliki biaya tertinggi setelah kanker pankreas.
Melihat besarnya masalah kanker di Indonesia, Kementerian Kesehatan telah membuat buku Rencana Kanker Nasional 2024-2034, yang menyampaikan enam strategi untuk mengurangi insiden kanker dan meningkatkan angka kesintasan kanker, salah satunya adalah strategi skrining dan deteksi. “Fungsi tes skrining adalah untuk menilai kemungkinan seseorang yang tidak bergejala mengidap penyakit tertentu, dengan tujuan mencegah penyakit atau kematian akibat penyakit tersebut. Tes skrining kanker kolorektal penting menjadi program Pemerintah karena penyakit ini memiliki periode asimtomatik (tidak bergejala) yang cukup lama,” kata Prof. Yusra.
Butuh waktu lebih kurang 10-15 tahun bagi penyakit kanker kolorektal ini menjadi bergejala. Jika demikian, maka proses penyakit sudah berat dan bermetastasis. Lewat tes skrining ini, diharapkan penyakit kanker kolorektal sudah dapat terdiagnosis pada saat stadium awal, sehingga tatalaksana penyakit dapat dilakukan secepat mungkin, sehingga menurunkan angka morbiditas dan mortalitasnya.