Kejagung Periksa Empat Saksi Dalam Kasus Dugaan Korupsi BTS 4G Bakti di Kominfo

Foto: Istimewa

JAKARTA, Harnas.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa empat orang sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi BTS 4G Bakti di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Hal itu diungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung , Ketut Sumedana, Jakarta, Selasa (7/3/2023).

Adapun saksi yang diperiksa yaitu, LA selaku Pemegang Saham PT Sarana Global Indonesia. BI selaku Direktur PT Surya Energi Indotama. YDHP selaku Pemegang Saham PT Sarana Global Indonesia. Serta PP selaku Direktur Operasional PT Pakkodian.

Menurut Ketut, pemeriksaan saksi tersebut untuk melengkapi berkas penyidikan dari tersangka perkara korupsi tersebut. “Adapun keempat orang saksi diperiksa terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika Tahun 2020-2022 atas nama tersangka AAL, GMS, YS, MA, dan IH,” ujar Ketut.
Untuk tersangka GMS yaitu selaku Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia mempunyai peran memberikan masukan kepada AAL ke dalam Peraturan Direktur Utama. Hal itu dimaksudkan menguntungkan vendor dan konsorsium serta perusahaan yang bersangkutan.

Sementara tersangka YS selaku Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia tahun 2020 mempunyai peran membuat kajian teknis. Dalam membuat kajian teknis itu YS diduga memanfaatkan Lembaga Hudev UI.
Untuk tersangka, Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, MA. Dia diduga melawan hukum melakukan permufakatan jahat dengan tersangka AAL.

Sedangkan, peranan IH dalam perkara ini yaitu bahwa yang bersangkutan sebagai Komisaris PT Solitech Media Sinergy telah secara melawan hukum bersama-sama melakukan permufakatan jahat dengan Tersangka AAL untuk mengkondisikan pengadaan BTS 4G pada BAKTI Kominfo, sehingga mengarahkan ke penyedia tertentu yang menjadi pemenang dalam paket 1, 2, 3, 4, dan 5.

Kasus ini sendiri bermula saat Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkap temuannya terkait kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G. ICW menduga ada keterlambatan pembayaran terhadap subkontraktor pada proyek pembangunan BTS 4G oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Keterlambatan pembayaran tersebut berujung pada penyegelan tower.

“Nah apa konsekuensi dari keterlambatan ini? Jadi sub kontraktor yang mengerjakan proyek di dua lokasi itu pada akhirnya melakukan penyegelan tower karena mereka belum dibayar,” kata Koordinator ICW Agus Sunaryanto dalam konferensi pers daring disiarkan YouTube Sahabat ICW.
Padahal, menurut Agus, proses pembangunan BTS tersebut meliputi banyak tahapan mulai dari pembangunan, instalasi, pemasangan micro chip dan lainnya. Subkontraktor yang belum mendapatkan pembayarannya pada akhirnya tidak mau melaksanakan pekerjaannya.

“Kami menduga ada penyerahan berita acara serah terima (BAST) yang tidak dilengkapi oleh bukti pembayaran kepada subkontraktor, nah ini tentu kalau kita cek dari Perpres 16/2018 dan perubahannya, ini tentu melanggar secara administratif,” tuturnya.

Agus juga menduga kualitas perangkat yang disediakan oleh salah satu penyedia tidak cukup bagus. Hal tersebut, jelas Agus, bisa terlihat dari rating dan peringkat yang terlihat pada label. Bukan hanya itu, Agus juga menilai perusahaan penyedia FiberHome tidak memiliki kualifikasi untuk membangun tower BTS 4G itu.

Agus pun mempersilakan warga untuk melihat laman resmi FiberHome yang tidak memberikan informasi terkait kualifikasi pembangunan BTS. “Ada indikasi pelanggaran persekongkolan tender, jadi sebenarnya kalau berbicara itu tentu ranahnya administrasi. Tapi ketika sudah ada indikasi bahwa ada kerugian negara, berarti jelas sudah masuk dalam ranah pidana dan tentu pidana korupsi,” tutur Agus. (PB/*)