Kurangnya Jumlah Dukungan Persenjataan, Ukraina Mulai Ditinggal Sekutu

Foto: Istimewa

WASHINGTON, Harnas.id – Ukraina mulai ditinggal sekutu. Hal itu bisa dilihat dari berkurangnya jumlah dukungan persenjataan dari sejumlah negara pendukung. Hal yang kontan membuat NATO, kalang kabut dan terus meneriakan bala bantuan ditengah gempuran Rusia.

Seorang mantan wakil komandan NATO bahkan sampai mengeluarkan kecaman terhadap penolakan Jerman untuk mengirim tank tempur Leopard 2 ke Ukraina sebagai hal yang menyedihkan.

Jenderal (Purn) Sir Richard Shirreff, mantan Wakil Panglima Tertinggi Sekutu NATO, mengatakan Berlin menghindari tanggung jawabnya untuk membantu mengusir invasi Rusia. Kanselir Jerman Olaf Scholz enggan mengirim tank Leopard 2 ke Ukraina karena Amerika Serikat juga menolak mengirim tank Abrams untuk pasukan Kiev.

Saking kesalnya, bahkan mantan jenderal Inggris itu juga membandingkan Presiden Rusia Vladimir Putin dengan diktator Nazi Adolf Hitler. Tak hanya Jerman, negara-negara Eropa lainnya yang memiliki tank Leopard juga tidak bisa mengirim kendaraan tempur buatan Jerman itu karena terikat perjanjian lisensi.

“Jerman memiliki tanggung jawab khusus karena sejarahnya, untuk membantu Ukraina mempertahankan diri melawan otokrat yang berlumuran darah, siap untuk menimbulkan penderitaan yang tak terkatakan pada tetangganya, karena Jerman telah berada di sini sebelumnya. Saya tidak akan menarik terlalu banyak kesejajaran, selalu ada bahaya, tapi terakhir kali ada orang yang melakukan perilaku seperti ini adalah Hitler,” kata Sir Richard. kepada Mail Online pada hari Minggu (22/1/2023).

Sedangkan, Anggota DPR Amerika Serikat (AS) Michael McCaul berpendapat mengumumkan rencana menyediakan tank M1 Abrams kebanggaan Amerika ke Ukraina, bahkan jika hanya satu, akan membuat Jerman tidak memiliki alasan menunda pengiriman tank Leopard-nya ke Kiev.

“Jika kita mengumumkan akan memberikan tank Abrams, hanya satu … yang saya dengar adalah bahwa Jerman sedang menunggu kita untuk memimpin, kemudian mereka akan memasukkan tank Leopard,” ujar McCaul pada Minggu (22/1/2023) dalam wawancara dengan ABC News.

Republikan Texas yang memimpin Komite Urusan Luar Negeri DPR AS itu menambahkan, langkah ini juga akan mendorong Jerman memberikan izin kepada negara-negara Eropa lainnya yang menggunakan Leopard untuk memberikan beberapa tank mereka ke Ukraina.

McCaul telah menjadi salah satu Republikan paling keras di DPR. Dia bersumpah untuk terus menyediakan persenjataan bagi Ukraina untuk melawan pasukan Rusia terlepas dari meningkatnya penolakan publik terhadap bantuan tersebut.

Dia mengklaim Kiev harus segera diberi tank dan artileri jarak jauh, untuk membantu menangkis dugaan serangan Rusia yang akan segera terjadi. Ditanya penyiar ABC Martha Raddatz apakah hanya satu tank Abrams yang cukup untuk memicu Jerman memberikan persenjataan yang lebih canggih ke Ukraina, McCaul mengisyaratkan Washington dapat menipu sekutunya.

“Bahkan mengatakan kita akan memasukkan tank Abrams, saya pikir, akan cukup bagi Jerman untuk melepaskan (tank Leopard-nya),” papar dia.

McCaul juga mengatakan Kiev membutuhkan artileri jarak jauh untuk menyerang sasaran di Crimea, menepis risiko serangan di semenanjung, yang dianggap Moskow sebagai wilayah berdaulat Rusia.

Sementara itu, Pemerintah Rusia mengatakan, rakyat Ukraina akan menderita jika Barat mengirim bantuan tank ke negara tersebut. Menurut Moskow, pengiriman tank untuk Kiev akan semakin memperpanjang pertempuran.

Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengomentari tentang belum tercapainya kesepakatan di antara negara Barat terkait apakah mereka harus memberikan bantuan tank tempur ke Ukraina menunjukkan peningkatan “kegugupan” dalam aliansi Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

“Tapi tentu saja semua negara yang mengambil bagian, secara langsung atau tidak langsung, dalam memompa senjata ke Ukraina dan meningkatkan tingkat teknologinya memikul tanggung jawab (untuk melanjutkan konflik di Ukraina. Hal utama adalah rakyat Ukraina yang akan membayar harga untuk semua dukungan semu ini,” ucap Peskov dalam konferensi pers, Senin (23/1/2023). (PB/*)