STOCKHOLM, Harnas.id – 1,5 miliar manusia di muka bumi, marah. Rasmus Paludan, politisi berkewarganegaraan Swedia-Denmark, dengan sengaja membakar kitab suci umat muslim Qur’an dalam demo di luar Kedutaan Turki di Stockholm, Swedia, Sabtu pekan lalu.
Bahkan, Ramzan Kadyrov, pemimpin Chechnya bersikap tegas. Melalui akun Telegramnya, Kadyrov bahkan menyebut Rasmus Paludan sebagai keturunan penghuni neraka.
“Di Stockholm, Swedia, seorang bajingan yang juga pemimpin partai pemuja setan Denmark telah membakar Al-Qur’an di depan Kedutaan Turki,” tulis Kadyrov seperti dikutipPledge Times, Senin (23/1/2023).
Tak hanya Kadyrov, negara-negara Islam dan mayoritas muslim mengutuk keras aksi Paludan. Mereka antara lain, Indonesia, Turki, Arab Saudi, Maroko, Iran, Pakistan, Yordania, Malaysia, Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar, dan Mesir. Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) juga mengutuk keras ulah Paludan tersebut.
Turki lewat sebuah pernyataan melalui Kementerian Luar Negeri-nya mengutuk keras aksi pembakaran kitab suci al-Quran.
“Kami mengutuk sekeras mungkin serangan keji terhadap kitab suci kami, Al-Qur’an, di Swedia hari ini (21 Januari), meskipun kami telah berulang kali memperingatkan sebelumnya,” bunyi pernyataan Kementerian Luar Negeri Turki.
Menyebut tindakan itu sebagai kejahatan kebencian langsung, Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan: “Mengizinkan tindakan anti-Islam ini, yang menargetkan Muslim dan menghina nilai-nilai suci kita, dengan kedok kebebasan berekspresi sama sekali tidak dapat diterima.” “Tindakan tercela ini adalah contoh lain dari tingkat mengkhawatirkan yang telah dicapai Islamofobia dan gerakan rasis dan diskriminatif di Eropa.”
Pakistan juga ikut mengeluarkan kecaman. “Tindakan Islamofobia yang tidak masuk akal dan provokatif ini melukai kepekaan agama lebih dari 1,5 miliar Muslim di seluruh dunia,” kata sebuah pernyataan dari Kementerian Luar Negeri Pakistan.
Dikatakan oleh Kementerian Luar Negeri Pakistan tindakan semacam itu bukanlah ekspresi dari kebebasan ekspresi atau berpendapat, yang membawa tanggung jawab berdasarkan hukum hak asasi manusia internasional, seperti kewajiban untuk tidak melakukan ujaran kebencian dan menghasut orang untuk melakukan kekerasan.
“Kekhawatiran Pakistan disampaikan kepada pihak berwenang di Swedia. Kami mendesak mereka untuk memperhatikan sentimen rakyat Pakistan dan Muslim di seluruh dunia dan mengambil langkah-langkah untuk mencegah tindakan Islamofobia,” tambah pernyataan itu.
Lalu, Menteri Luar Negeri Kuwait Sheikh Salem Abdullah Al Jaber Al Sabah dalam pernyataan mengatakan insiden itu melukai sentimen Muslim di seluruh dunia dan menandai provokasi serius.
Dia meminta masyarakat internasional untuk memikul tanggung jawab dengan menghentikan tindakan yang tidak dapat diterima tersebut dan mengecam segala bentuk kebencian dan ekstremisme serta meminta pertanggungjawaban para pelaku.
Begitu juga dengan Arab Saudi. “Arab Saudi menyerukan untuk menyebarkan nilai-nilai dialog, toleransi, dan hidup berdampingan, serta menolak kebencian dan ekstremisme,” kata Kementerian Luar Negeri Saudi dalam sebuah pernyataan.
Uni Emirat Arab (UEA) pun mengatakan menentang semua praktik yang ditujukan untuk mengacaukan keamanan dan stabilitas yang bertentangan dengan nilai dan prinsip manusia dan moral. Sedangkan Qatar mengutuk izin otoritas Swedia untuk membakar al-Quran dan meminta masyarakat internasional untuk memikul tanggung jawabnya untuk menolak kebencian dan kekerasan.
Iran bahkan, menyebutnya aksi Paludan sebagai sebagai upaya untuk memicu kebencian dan kekerasan terhadap umat Islam, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kanaani mengatakan beberapa negara Eropa dengan dalih palsu mengadvokasi kebebasan berbicara memungkinkan elemen ekstremis dan radikal untuk menyebarkan kebencian terhadap kesucian dan nilai-nilai Islam.
Kanaani mengatakan meskipun ada penekanan kuat pada hak asasi manusia dalam Islam, orang Eropa terus melembagakan anti-Islamisme dan Islamofobia dalam masyarakat mereka. Dia menambahkan bahwa penodaan al-Quran adalah contoh nyata penyebaran kebencian dan memicu kekerasan terhadap umat Islam, yang tidak ada hubungannya dengan kebebasan berbicara dan berpikir.
Yordania juga ikut mengutuk pembakaran salinan al-Quran di ibu kota Swedia, Stockholm, menekankan penolakan Kerajaan itu atas tindakan yang memicu kebencian ini. Yordania menekankan perlunya menyebarkan budaya perdamaian dan penerimaan satu sama lain dan mengutuk ekstremisme adalah tanggung jawab bersama.
Sementara Mesir menyatakan kecamannya yang keras atas tindakan tercela yang memprovokasi perasaan ratusan juta umat Islam di seluruh dunia. Mesir memperingatkan bahaya penyebaran tindakan yang menyinggung agama dan memicu ujaran kebencian dan kekerasan, menyerukan penegakan nilai-nilai toleransi dan hidup berdampingan secara damai dan mencegah pelanggaran terhadap semua agama dan kesuciannya melalui praktik ekstremis yang bertentangan dengan nilai-nilai kehormatan untuk agama.
Sementara itu, Perdana Menteri (PM) Swedia Ulf Kristersson, melalui Twitter, telah merespons tindakan Paludan.
“Kebebasan berekspresi adalah bagian mendasar dari demokrasi. Tapi yang legal belum tentu sesuai. Membakar kitab yang suci bagi banyak orang adalah tindakan yang sangat tidak sopan,” bunyi tweet PM Kristersson. Saya ingin mengungkapkan simpati saya untuk semua muslim yang tersinggung dengan apa yang terjadi di Stockholm hari ini,” lanjut dia.
Terpisah, Paludan, pemimpin partai sayap kanan Denmark, Hard Line (Stram Kurs), mengeluhkan rentetan ancaman pembunuhan itu dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Expressen.
Menurut Paludan, dia mengira dia mengekspresikan sikapnya terhadap Turki, dan hanya itu, tetapi situasinya berbeda.
“Itu membuat saya sedih karena begitu banyak orang yang mengancam akan membunuh saya,” katanya, yang dilansir Senin (23/1/2023).
Pada saat yang sama, politisi berkewarganegaraan Swedia-Denmark ini mengatakan tidak menyesali perbuatannya, karena menurutnya ada alasan politik yang penting baginya. Aksi itu dikoordinasikan dengan aparat keamanan setempat dan diizinkan di bawah pengawasan polisi.
Dalam pidatonya, Paludan mengkritik NATO, Turki dan Presiden Recep Tayyip Erdogan, serta menunjukkan karikatur Nabi Muhammad.
Buntut dari peristiwa itu, Ankara kemudian membatalkan kunjungan Menteri Pertahanan Swedia dan memanggil Duta Besar Stockholm. Mereka marah lantaran Paludan diizinkan oleh polisi Swedia untuk melakukan protes.
Demonstrasi Paludan semakin merusak hubungan ketika Stockholm mencoba meyakinkan Turki sebagai anggota NATO, untuk menyetujui Swedia dan Finlandia bergabung dengan aliansi militer. Tawaran Swedia terhenti di tengah tuntutan Ankara agar Stockholm menyerahkan aktivis Kurdi dan mencegah demonstrasi yang menyerang kepemimpinan Turki. (PB/*)