JAKARTA, Harnas.id – Direktur Utama (Dirut) PT Berdikari (Persero) Harry Warganegara diketahui memiliki senjata api. Sang pemilik mengklaim memiliki izin. Pengamat kepolisian Bambang Rukminto meminta agar klaim tersebut ditelusuri.
“Terkait senpi Direktur BUMN itu harus ditelusuri izin dan penggunaannya sehingga bisa meletus di bandara. Apakah izin kepemilikannya masih berlaku?” kata pengamat daru Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) ini, dihubungi Rabu (26/4/2023).
Ini untuk memastikan apakah kepemilikan pistol kaliber 32 battle Army tersebut masih berlaku atau tidak.
Bambang menjelaskan, sebenarnya warga sipil diperbolehkan atas kepemilikan senjata api non organik.
Namun penggunaannya harus diawasi secara ketat, seperti hanya untuk kepentingan olahraga, pengamanan terbatas, atau bisa digunakan di luar wilayah-wilayah tertentu melalui izin kepolisian.
Dalam hal ini, kata Bambang, kepentingan Harry Warganegara harus dipertanyakan hingga membawa senjata api.
“Atau apakah izin penggunaan dan peruntukannya sehingga bisa dibawa ke mana?” ucapnya.
Jika ternyata ditemukan pelanggaran dalam kepemilikan senjata api tersebut. Maka, kata Bambang, Harry Warganegara dapat diberi sanksi sesusai dengan undang-undang darurat No 12 Tahun 1951.
“Kalau terjadi pelanggaran, tentunya bisa diberi sanksi sesuai undang-undang darurat tadi,” katanya.
Kepemilikan senjata api secara umum diatur dalam Undang-Undang Darurat No 12 Tahun 1951 yang bersifat pidana. Pasal 1 ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951 disebutkan:
“Barang siapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, munisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun.”
Dari ketentuan pasal di atas, kata Bambang, terdapat cakupan yang luas mengenai kepemilikan senjata api yang diancam pidana, mulai dari membuat hingga mengeluarkan dari Indonesia suatu senjata api.
“Apabila kepemilikan senjata api di atas dilakukan tanpa hak (tanpa alas hak yang sah, digolongkan sebagai tindak pidana) maka dapat dijatuhkan sanksi pidana berupa hukuman mati, penjara seumur hidup, atau hukuman penjara hingga 20 tahun,” katanya.
“Tanpa hak sebagai suatu kualifikasi pasal ancaman pidana di atas, dapat diartikan juga sebagai perbuatan melawan hukum dalam pidana. Tanpa hak di sini berarti bahwa pemilik senjata api itu tidak mempunyai kewenangan untuk memilikinya, atau tidak memiliki izin kepemilikan,” sambungnya.(PB/*)