WTO Diminta Dukung Negara Berkembang dan Terbelakang  

Foto: Istimewa

JAKARTA, Harnas.id – Anggota Badan Kerja Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Puteri Komarudin menekankan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization) untuk adopsi kebijakan perdagangan global yang menghormati dan mendukung kemajuan negara berkembang dan negara terbelakang di pasar perdagangan internasional.

Hal itu disampaikan Puteri dalam Sesi ke-51 Steering Committee Inter-Parliamentary Union tentang Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/ WTO), yang diselenggarakan pada 25-30 April 2023 di Brussels, Belgia. Konferensi tersebut mewadahi aksi parlemen dunia untuk mengawasi dan memberi masukan terkait kebijakan perdagangan internasional yang diterbitkan WTO.

“Konferensi Tingkat Menteri ke-12 WTO tahun lalu sangat kami apresiasi karena mampu menghasilkan banyak kesepakatan penting. Seperti, Perjanjian Subsidi Perikanan tahap pertama, kesepakatan fleksibilitas hak kekayaan intelektual dan transfer teknologi terkait vaksin COVID-19, dan mandat untuk mereformasi kelembagaan WTO. Namun, tentu masih banyak catatan yang perlu kami sampaikan untuk dicapai pada Konferensi ke-13 mendatang,” ungkap Puteri yang menanggapi paparan Direktur Jenderal WTO Dr. Ngozi Okonjo-Iweala terkait perkembangan kebijakan terbaru WTO, pada Kamis (27/04/2023).

Dalam keterangan tertulis yang dikutip dari Parlementaria, Senin (1/5/2024) ini, Puteri juga menyebut peran vital parlemen dalam mendorong tercapainya kesepakatan WTO yang adil, saling menghormati, dan saling menguntungkan, terlebih bagi negara berkembang dan negara terbelakang.

“Kemudian, di tingkat nasional, setiap parlemen dan pemerintah negara anggota harus dapat bekerja sama untuk meratifikasi dan melaksanakan kesepakatan WTO ke-12 kemarin, termasuk DPR RI. Khususnya, kami sangat menantikan tercapainya kesepakatan tahap dua Perjanjian Subsidi Perikanan. Antar negara pun, parlemen harus berkolaborasi untuk mendorong pemerintah negara anggota mencapai kesepakatan, khususnya untuk memperluas waiver HKI agar mencakup skema diagnosis dan terapi COVID-19,” jelas Anggota Komisi XI DPR RI ini.

Lebih lanjut, Politisi Fraksi Partai Golkar ini juga mengingatkan WTO dan parlemen negara sahabat untuk mencapai kesepakatan yang dilandasi norma-norma internasional, seperti prinsip tanggung jawab bersama dengan bobot yang berbeda yang merefleksikan kapabilitas dan karakteristik unik setiap negara. Serta, memperhatikan pilar sosial, ekonomi, dan lingkungan pembangunan berkelanjutan dalam proses pembentukan dan pelaksanaan kebijakan.

“Kami pertegas agar Konferensi tingkat Menteri ke-13 nanti mempertimbangkan pertumbuhan sosio-ekonomi yang inklusif bagi negara berkembang dan negara terbelakang. Dan menjadikan hal tersebut sebagai prioritas dalam proses negosiasi dan penyusunan kesepakatan mendatang,” tutup Puteri. (PB/*)