HARNAS.ID – Pemerintah diminta tak abai dengan pengaduan anak buah kapal (ABK) yang bekerja di luar negeri. Berdasar pantauan LSM Destructive Fishing Watch (DFW), sejauh ini pemerintah kurang responsif menindaklanjuti laporan yang disampaikan Fisher Center.
“Pemerintah harus lebih responsif dalam menangani berbagai pengaduan yang berkaitan dengan kondisi ABK warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja di luar negeri,” tutur Koordinator Nasional LSM Destructive Fishing Watch (DFW) Moh Abdi Suhufan dalam rilis di Jakarta, Senin (14/9/2020).
Fisher Center bagian dari mekanisme proteksi berbasis masyarakat yang memberikan informasi, edukasi, dan menerima pelaporan atau keluhan terkait para awak kapal perikanan (AKP). Ini hasil dari Proyek SAFE Seas yang telah beroperasi di Kota Tegal, Jawa Tengah, Kota Bitung, Sulawesi Utara, dan telah diresmikan Menteri Kelautan dan Perikanan, 7 Juli 2020.
“Fisher Center menjadi semacam lembaga alternatif pengaduan awak kapal perikanan yang bermasalah karena saluran pengaduan ke pemerintah cukup banyak dengan layanan yang berbeda-beda,” katanya.
Fisher Center, ujar Abdi, membantu korban dan pemerintah agar laporan yang disampaikan sudah terstandarisasi sehingga memudahkan tindaklanjut penyelesaian kasus. Data pengaduan dari Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) terkait awak kapal selama 2018-Mei 2020, tercatat ada lima jenis dari 398 aduan.
Di antara jumlah tersebut, 164 kasus terkait gaji yang tidak dibayar, 47 kasus ABK meninggal dunia di negara tujuan, 46 kasus terkait kecelakaan, 23 kasus terkait ABK ingin dipulangkan dan 18 kasus terkait penahanan paspor atau dokumen lainnya oleh Perusahaan Penempatan Pekerja Migran (P3MI).
Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Prof Benny Riyanto menegaskan bahwa bantuan hukum dapat diberikan secara cuma-cuma bagi AKP yang tergolong kelompok masyarakat kurang mampu. BPHN juga memiliki aplikasi konsultasi hukum secara daring dan gratis bagi seluruh masyarakat.
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Antonius PS Wibowo berpendapat, penataan ulang peraturan serta perizinan penting guna melindungi awak kapal perikanan. Menurut Asisten Deputi Bidang Keamanan dan Ketahanan Maritim Kemenko Bidang Kemaritiman Basilio Araujo, harmonisasi peraturan menjadi penting dengan mengacu kepada Peraturan Internasional.
Selain itu menginternalisasikannya ke dalam peraturan nasional guna mendorong kepastian perlindungan AKP perikanan tangkap yang berkeadilan. Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sebelumnya menyatakan, ABK yang akan bekerja di luar negeri perlu memiliki sertifikat lengkap sesuai aturan yang berlaku agar meminimalisasi potensi terjadinya kasus mengenaskan ABK WNI.
Editor: Ridwan Maulana