Gedung Kementerian dan Keluatan (KKP), Jakarta. HARNAS.ID | BARRI FATHAILAH

HARNAS.ID – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus memperkuat berbagai riset dan inovasi dalam rangka mendukung beragam terobosan yang menjadi program prioritas kementerian tersebut, salah satunya adalah peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) perikanan.

Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono menegaskan, peran riset dan inovasi teknologi sangat penting dalam upaya membangun sektor kelautan dan perikanan Indonesia menjadi lebih modern dan produktif. Dia pun meminta jajarannya di memperkuat peran keduanya.

“Riset dan inovasi teknologi memegang peranan penting dalam mewujudkan ekonomi biru sebagai agenda prioritas kelautan dan perikanan melalui pengelolaan sumber daya alam Indonesia yang terukur dan seimbang antara ekologi dan ekonomi,” ujar Menteri KKP dalam siaran pers di Jakarta, Selasa (10/8/2021).

Penguatan riset dan penerapan teknologi secara masif, lanjutnya, juga mampu mendongkrak jumlah dan kualitas produksi kelautan dan perikanan dengan tetap menjaga lingkungan lestari.

Salah satu langkah yang bisa dilakukan untuk memperkuat riset maupun inovasi teknologi di bidang kelautan dan perikanan, menurutnya melalui kolaborasi intensif dengan lembaga maupun instansi lainnya.

“Saya berharap kolaborasi intensif akan menghasilkan teknologi tepat guna yang tepat sasaran, up to date, dan memberikan manfaat, sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat kelautan dan perikanan,” katanya.

Plt Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia (BRSDM) KKP Kusdiantoro mengatakan, riset dan inovasi tersebut dilakukan untuk mendukung tiga terobosan yang menjadi program prioritas KKP. Itu yakni peningkatan PNBP, pngembangan perikanan budidaya untuk peningkatan ekspor, serta pembangunan kampung-kampung perikanan air tawar, air payau dan air laut berbasis kearifan lokal.

Dia mengemukakan sejumlah hasil riset dan inovasi yang dihasilkan KKP, antara lain Barata atau Bali Radar Ground Receiving Station merupakan radar canggih yang dioperasikan oleh Balai Riset dan Observasi Laut (BROL), Jembrana. Dengan teknologi ini, KKP mampu mendeteksi praktik Illegal, Unreported, Unregulated (IUU) Fishing dan tumpahan minyak di wilayah perairan Indonesia, termasuk area Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE).

Selain itu, ada pula Special Area for Conservation and Fish Refugia atau Speectra merupakan model pengelolaan perikanan dengan memanfaatkan rawa banjiran yang sudah dimodifikasi menjadi ekosistem rehabilitasi. Perairan rawa banjiran (flood plain area) berfungsi sebagai tempat spawning, nursery dan feeding ground untuk ikan, namun ekosistem ini lebih cepat rusak bahkan hilang saat.

Speectra terletak di salah satu instalasi Balai Riset Perikanan Perairan Umum dan Penyuluhan Perikanan (BRPPUPP) BRSDM yang berada di Patra Tani, Muara Enim, Sumatera Selatan Speectra tahap 1, 2 dan 3 telah dibangun bertahap sejak tahun 2019, dengan luas 3 hektare sebagai percontohan, yang akan dikembangkan hingga mencapai 40 hektare.

Hasil riset menunjukkan Speectra dapat meningkatkan pendapatan nelayan sekitar, dengan perkiraan cadangan produksi ikan yang dapat dihasilkan lebih dari Rp100 juta per model per tahun. Diharapkan inovasi ini dapat diterapkan pada daerah-daerah lainnya.

Sebelumnya terkait dengan target PNBP perikanan yaitu Rp 12 triliun pada 2024, Anggota Komisi IV DPR RI Slamet dalam keterangan tertulisnya menyatakan angka itu dinilai bombastis karena secara historis, realisasi PNBP perikanan selama ini tidak pernah menyentuh angka Rp1 triliun dalam setahun.

Berdasarkan data yang diperolehnya, realisasi PNBP perikanan tahun 2020 yang hanya sebesar Rp 600,4 miliar dan merupakan realisasi PNBP tertinggi sejak tahun 2016. Realisasi PNBP perikanan per tahun, lanjutnya, adalah Rp 521 miliar pada 2019, Rp 448 miliar pada 2018, Rp 491 miliar pada 2017, dan Rp 357 miliar pada 2016.

Selain itu, kata Slamet, berdasarkan data KKP, nilai produksi perikanan tangkap tahun 2020 berada di kisaran Rp 224 triliun. Sedangkan empat tahun sebelumnya, masing-masing Rp 219 triliun (2019), Rp 210 triliun (2018), Rp 197 triliun (2017), dan Rp 122 triliun (2016).

Editor: Firli Yasya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini