UI REVITALISASI BUDAYA LOKAL, MENJAGA WARISAN LELUHUR DI TENGAH ARUS GLOBALISASI

Talkshow bertajuk "Revitalisasi Budaya Melalui Pengabdian Masyarakat" dengan pembicara Prof. R. Cecep Eka Permana, S.S., M.Si., dan Dr. Darmoko, S.S., M.Hum., dan moderator Dian Sulistyowati, S.S., M.Hum.

DEPOK,Harnas.id-Terus berkomitmen menjaga warisan budaya lokal, menjadi upaya berkelanjutan yang dilakukan Universitas Indonesia (UI). Upaya itu dilakukan UI dalam program pengabdian masyarakat (pengmas) yang dilakukan di berbagai wilayah Nusantara.

Salah satu proyek yang menjadi sorotan adalah revitalisasi budaya di Bengkulu, Klaten, dan Banyuwangi oleh para akademisi dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI.

Proyek ini dipaparkan dalam sebuah talkshow bertajuk “Revitalisasi Budaya Melalui Pengabdian Masyarakat” yang diadakan di Perpustakaan, Kampus UI Depok, pada Kamis (03/10/2024), sebagai bagian dari Festival Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) UI 2024.

Dua pembicara utama yang terlibat dalam pengmas ini adalah Prof. R. Cecep Eka Permana, S.S., M.Si., dan Dr. Darmoko, S.S., M.Hum., dengan moderator Dian Sulistyowati, S.S., M.Hum., yang juga merupakan dosen FIB UI. Kedua akademisi tersebut membagikan pandangan mereka tentang pentingnya upaya pelestarian budaya lokal.

Revitalisasi Kesenian Barong Landong di Bengkulu. Prof. Cecep Eka Permana mengungkapkan bahwa salah satu proyek besar yang dijalankan adalah revitalisasi kesenian Barong Landong di Bengkulu. Kesenian yang memadukan seni rupa, tari, dan musik ini sempat terancam punah karena minimnya dokumentasi akademik, terutama di masa pandemi.

“Barong Landong adalah kesenian dengan nilai-nilai seni rupa, tari, dan musik yang kuat. Pada pelaksanaan pengmas, kami melibatkan guru-guru seni dan mahasiswa untuk menyusun notasi musiknya serta melatih murid-murid di sekolah,” ujar Prof. Cecep.

Ia juga menambahkan bahwa meski kesenian ini belum banyak dikenal, pada akhir 2020 Barong Landong Kota Bengkulu telah berhasil ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). “Penyesuaian dengan adat setempat dan keterlibatan masyarakat juga menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam menjaga warisan lokal,” ujarnya lagi.

Sementara itu, Dr. Darmoko menyoroti tantangan globalisasi yang mengancam eksistensi warisan budaya di berbagai daerah. Ia menjelaskan pentingnya memberdayakan masyarakat, terutama generasi muda, untuk terus melestarikan budaya lokal di Klaten dan Banyuwangi.

“Kami melakukan pemetaan wilayah di Klaten dan Banyuwangi. Seni pertunjukan dan teks naratif adalah bagian dari upaya kami untuk melestarikan budaya tersebut,” kata Dr. Darmoko. Salah satu langkah yang diambil adalah melalui pengajaran aksara Jawa, yang menurutnya tidak hanya sekadar keterampilan membaca, tetapi juga pemahaman lebih dalam tentang nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya.

Ia menegaskan bahwa keberhasilan revitalisasi budaya sangat bergantung pada dukungan semua pihak, termasuk pemangku kepentingan di daerah-daerah tersebut. “Identitas budaya lokal perlu terus diekspos dan diperingati. Teks naratif harus dipentaskan, adat istiadat harus dijaga, dan dengan persebaran titik revitalisasi, diharapkan budaya lokal di seluruh Indonesia dapat terus terjaga,” katanya selanjutnya.

Kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh FIB UI ini menunjukkan bahwa pelestarian budaya tidak hanya menjadi tugas pemerintah, tetapi juga akademisi, seniman, dan masyarakat secara luas. Dengan kerja sama dan komitmen yang kuat, warisan budaya lokal dapat terus dilestarikan di tengah arus globalisasi.