Harnas.id, Jakarta – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengajak band punk rock Sukatani asal Purbalingga, Jawa Tengah, untuk menjadi duta Polri dalam upaya perbaikan institusi serta mencegah perilaku menyimpang di kalangan personel kepolisian.
Sigit menegaskan bahwa apabila Sukatani berkenan, mereka bisa dijadikan duta atau juri untuk membantu Polri dalam membangun kritik konstruktif demi koreksi dan evaluasi berkelanjutan terhadap perilaku oknum yang menyimpang.
“Nanti kalau Band Sukatani berkenan akan kami jadikan juri atau band duta untuk Polri. Ini agar kritik bisa terus dibangun demi koreksi dan perbaikan terhadap institusi, serta konsep evaluasi secara berkelanjutan terhadap perilaku oknum Polri yang masih menyimpang,” ujar Sigit dalam keterangannya, Minggu (23/2).
Kapolri juga menegaskan bahwa Polri tidak antikritik dan siap menerima saran serta masukan dari berbagai pihak.
“Ini bagian dari komitmen kami untuk terus berbenah menjadi organisasi yang adaptif dan terbuka terhadap kritik. Kami ingin menjadi institusi modern yang terus melakukan perubahan serta perbaikan,” kata Sigit.
Ia juga menekankan bahwa Polri tidak akan membungkam kebebasan berekspresi dan justru menganggap kritik sebagai bentuk kepedulian masyarakat terhadap kepolisian.
“Bagi kami, kritik terhadap Polri adalah bentuk kecintaan masyarakat terhadap institusi ini. Kami akan menjadikannya sebagai refleksi untuk terus membangun Polri agar lebih baik dan semakin dicintai masyarakat,” tambahnya.
Nama band Sukatani mencuat setelah lagu mereka berjudul ‘Bayar Bayar Bayar’ menjadi perbincangan publik. Lagu tersebut berisi kritik mengenai praktik pungutan liar yang dilakukan oleh oknum kepolisian.
Namun, setelah video permintaan maaf dua personel Sukatani diunggah melalui akun media sosial resmi band pada Kamis (20/2), publik justru bertanya-tanya apakah ada tekanan atau intimidasi yang diterima band tersebut.
Dalam video tersebut, personel band menampilkan wajah asli mereka untuk pertama kalinya, yang selama ini selalu disembunyikan. Permintaan maaf serta penarikan lagu ‘Bayar Bayar Bayar’ semakin memperkuat spekulasi adanya intervensi terhadap kebebasan berekspresi.