
Harnas.id, JAKARTA – Konferensi Tahunan Asia-Pacific Tax Forum (APTF) ke-16 sukses digelar pada hari Rabu, 16 Juli 2025, di Hotel Aryaduta, Jakarta. Acara ini diselenggarakan oleh Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) bekerja sama dengan Malaysian Association of Tax Accountants (MATA) dan didukung oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Konferensi dibuka dengan sambutan dari Prof. Didik J. Rachbini, Pendiri dan Ekonom Senior INDEF. Dalam pidatonya, Prof. Rachbini menyoroti tantangan besar yang dihadapi oleh kawasan ASEAN, terutama ketidakpastian politik dan ekonomi yang terus berkembang. Menurutnya, hal ini berpotensi memicu perubahan besar dalam stabilitas ekonomi, dengan fokus pada hubungan antara kebijakan perpajakan dan stabilitas mata uang sebagai alat strategis dalam menghadapi tantangan tersebut.
“ASEAN menghadapi tantangan berkelanjutan yang mempengaruhi sektor ekonomi dan politik, yang tentu saja berhubungan erat dengan kebijakan perpajakan,” ujarnya dalam pidato pembukaan yang membuka ruang bagi diskusi lebih lanjut.
Prof. Rachbini juga mengungkapkan bahwa APTF merupakan forum yang mempertemukan pembuat kebijakan, akademisi, sektor swasta, dan lembaga pemikir dari berbagai negara untuk membahas berbagai isu perpajakan yang penting bagi kawasan Asia Pasifik. Dalam konferensi tahun ini, topik utama yang diangkat adalah inovasi kebijakan perpajakan, kerjasama lintas batas, serta strategi fiskal dalam menghadapi ketegangan geopolitik dan nasionalisme ekonomi yang meningkat di seluruh dunia.
Selanjutnya, Dato’ Hj. Abd Aziz Bin Abu Bakar, Presiden Malaysian Association of Tax Accountants (MATA), memberikan pidato pembukaan yang menekankan pentingnya kerjasama regional dalam menghadapi dampak tekanan dari kebijakan perdagangan global, khususnya tarif impor AS yang memberi dampak besar pada ekonomi negara-negara ASEAN. Dato’ Hj. Abd Aziz juga mengingatkan pentingnya menangani masalah perpajakan internasional, seperti erosi basis pajak dan pengalihan keuntungan.
“Pajak internasional dan pengalihan keuntungan menjadi isu yang harus segera diselesaikan. ASEAN harus memperkuat kolaborasi untuk menciptakan sistem perpajakan yang efisien, transparan, dan adil,” ujarnya.
Wakil Menteri Keuangan Republik Indonesia, Prof. Anggito Abimanyu, dalam pidatonya mengutip ekonom besar Joseph Stiglitz yang mengatakan bahwa “Pajak adalah kewajiban.” Menurut Prof. Abimanyu, pajak memiliki peran penting dalam mendistribusikan pendapatan dan kesejahteraan di masyarakat.
Dalam pidatonya, beliau juga mengungkapkan beberapa langkah strategis yang akan dilakukan Indonesia untuk memperkuat sistem perpajakan nasional, seperti melakukan pertukaran data lintas institusi, meningkatkan pengawasan transaksi digital, serta memperbaiki sistem integrasi perpajakan.
“Melalui kebijakan yang tepat, kami berupaya mengoptimalkan penerimaan pajak untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan adil,” ujarnya.
Prof. Anggito Abimanyu menandai dimulainya konferensi dengan memukul gong, simbolis membuka APTF ke-16 secara resmi. Acara ini dihadiri oleh berbagai pembicara dari negara-negara di kawasan Asia Pasifik, yang akan berbagi pandangan mereka mengenai tantangan ekonomi global dan kebijakan perpajakan yang dapat diterapkan di kawasan ini.
Di samping pidato pembukaan, konferensi ini juga menyelenggarakan beberapa diskusi panel dengan topik-topik kritis seperti tantangan ekonomi global dan kebijakan pajak di kawasan Asia-Pasifik, perkembangan kebijakan perpajakan, hingga kerjasama administrasi pajak di tingkat internasional. Panelis juga membahas pentingnya harmonisasi perpajakan dan kolaborasi antarnegara dalam menanggulangi penghindaran pajak yang berpotensi mengurangi pendapatan negara.
Konferensi APTF ke-16 menjadi wadah penting bagi para ahli dan pembuat kebijakan untuk berbagi ide dan mencari solusi bagi tantangan perpajakan yang semakin kompleks. Diskusi yang dilakukan diharapkan dapat memperkuat kerjasama antara negara-negara di kawasan Asia Pasifik untuk menciptakan sistem perpajakan yang efisien, transparan, dan adil, serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Editor: IJS
Bagikan ini:
- Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
- Klik untuk berbagi pada Pinterest(Membuka di jendela yang baru) Pinterest
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp