Perkuat Industri Pertahanan, Indonesia-Turki Jalin Kerja Sama Strategis

Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, mengadakan pertemuan bilateral di Istana Kepresidenan Bogor untuk membahas kerja sama strategis di bidang pertahanan. Foto: Setpres
Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, mengadakan pertemuan bilateral di Istana Kepresidenan Bogor untuk membahas kerja sama strategis di bidang pertahanan. Foto: dok. Setpres

Harnas.id, BOGOR – Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menggelar pertemuan bilateral dengan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat. Pertemuan ini menyoroti penguatan kerja sama pertahanan, terutama dalam produksi alat utama sistem senjata (alutsista) melalui kemitraan dengan perusahaan-perusahaan pertahanan Turki.

Pakar militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menilai bahwa kolaborasi ini merupakan langkah strategis dalam mewujudkan kemandirian industri pertahanan Indonesia. Menurutnya, kerja sama dengan Turki berpotensi mengurangi ketergantungan Indonesia pada negara-negara besar dalam pengadaan alutsista.

“Turki telah membuktikan keberhasilannya dalam membangun industri pertahanan secara mandiri dan memiliki komitmen tinggi terhadap inovasi teknologi militer,” ujar Khairul, dikutip dari Media Indonesia, Rabu (12/2/2025).

Khairul menjelaskan bahwa Turki merupakan mitra ideal bagi Indonesia karena industri pertahanannya berkembang pesat dan telah menghasilkan berbagai produk unggulan, mulai dari kendaraan tempur darat, drone, hingga sistem pertahanan udara.

Salah satu keuntungan utama dari kerja sama ini adalah fleksibilitas dalam transfer teknologi, sesuatu yang tidak selalu diberikan oleh negara-negara maju lainnya.

“Banyak negara membatasi transfer teknologi militer, yang sering kali menghambat Indonesia dalam mengembangkan industrinya sendiri. Namun, Turki lebih terbuka untuk berbagi teknologi dan membangun kolaborasi jangka panjang. Ini memungkinkan Indonesia tidak hanya membeli, tetapi juga ikut memproduksi alutsista di dalam negeri,” jelasnya.

Selain itu, Khairul menyoroti pengalaman Turki dalam menghadapi sanksi internasional. Ketika Turki membeli sistem pertahanan udara S-400 dari Rusia, negara tersebut mendapat tekanan dari Barat. Namun, alih-alih bergantung pada pemasok luar, Turki justru mempercepat pengembangan industri pertahanan dalam negerinya.

“Pengalaman ini bisa menjadi pelajaran bagi Indonesia untuk memperkuat industri pertahanannya tanpa terlalu terpengaruh dinamika geopolitik global,” tambahnya.

Kerja sama pertahanan antara Indonesia dan Turki dinilai tidak sekadar transaksi jual beli, tetapi mencerminkan upaya bersama dalam membangun ekosistem pertahanan yang lebih mandiri. Indonesia dapat mendiversifikasi sumber pengadaan alutsista, sehingga tidak bergantung pada satu atau dua negara saja.

“Ketergantungan yang berlebihan terhadap satu negara dapat menjadi risiko strategis. Jika terjadi perubahan kebijakan atau embargo, Indonesia bisa mengalami kesulitan. Dengan menggandeng Turki, kita memiliki lebih banyak opsi dan fleksibilitas,” kata Khairul.

Selain itu, kerja sama ini juga akan memberikan keuntungan bagi industri pertahanan dalam negeri. Perusahaan-perusahaan seperti PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, dan PT PAL berpeluang mendapatkan akses ke teknologi baru, meningkatkan kapasitas produksi, serta mempercepat pengembangan berbagai sistem persenjataan.

Lebih dari itu, kolaborasi ini juga membuka peluang bagi Indonesia untuk memasuki pasar ekspor alutsista. Turki telah sukses memasarkan produk pertahanannya ke berbagai negara, dan Indonesia bisa mengambil langkah serupa di masa depan.

“Kerja sama ini tidak hanya memperkuat daya tangkal Indonesia, tetapi juga memastikan bahwa negara kita memiliki industri pertahanan yang tangguh dan berdaya saing,” pungkas Khairul.

Dengan adanya kemitraan strategis ini, Indonesia diharapkan semakin siap menghadapi tantangan pertahanan di kawasan dan memastikan kedaulatan nasional tetap terjaga.

Editor: IJS