HARNAS.ID – Wali Kota Bogor Bima Arya diperiksa penyidik di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (18/1/2021) sebagai saksi pelapor dalam kasus dugaan menghalang-halangi penanganan wabah penyakit menular di Rumah Sakit (RS) UMMI, Bogor, Jawa Barat.
“Saya menerima undangan untuk pemeriksaan lanjutan kasus Habib Rizieq Shihab di RS UMMI. Kemarin dua kali di Bogor, hari ini di Bareskrim,” kata Bima di Bareskrim Polri.
Dia menyebut tidak mempersiapkan apa pun untuk menjalani pemeriksaan hari ini. Menurut Bima, dia hanya menyampaikan kronologi kasus RS UMMI ke penyidik Bareskrim. Bisa jadi diperlukan kembali penguatan kronologis langkah-langkah dari Satuan Tugas (Satgas) kenapa sampai melaporkan kasus ini ke kepolisian.
Dalam pemeriksaan tersebut, dia membawa sejumlah dokumen mengenai regulasi penanganan COVID-19. Dokumen itu untuk membuktikan bahwa Satgas COVID-19 Bogor sudah bertindak sesuai aturan.
Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan tiga tersangka, yakni Rizieq Shihab, Direktur Utama RS UMMI dr. Andi Tatat dan menantu Rizieq, Muhammad Hanif Alatas. Penyidik menetapkan ketiganya tersangka usai gelar perkara, Jumat (8/1/2021).
Dalam kasus ini, Rizieq diduga tidak kooperatif melaporkan bahwa pihaknya positif terinfeksi COVID-19 saat menjalani perawatan di RS UMMI. Mantan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) itu malah mengumumkan dalam keadaan sehat walafiat kepada masyarakat melalui akun Youtube Front TV.
Sementara dr Andi Tatat diduga bersekongkol untuk menutup-nutupi Rizieq yang positif COVID-19. Andi Tatat menyampaikan dalam konferensi pers bahwa Rizieq tidak terinfeksi COVID-19. Sedangkan Hanif Alatas diduga menutup-nutupi hasil tes swab mertuanya.
Hanif mengaku mendatangi RS UMMI, tapi tidak mau melaporkan hasil swab Rizieq ke Satgas COVID-19 Bogor. Ketiganya dijerat Pasal 14 Ayat 1 dan 2 UU Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular dengan ancaman enam bulan hingga satu tahun penjara.
Pasal 14 dan atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana Tentang Menyiarkan Berita Bohong dan Menerbitkan Keonaran dengan ancaman pidana 10 tahun penjara dan Pasal 216 KUHP, dengan sengaja tidak mengikuti perintah yang dilakukan menurut UU atau dengan sengaja menghalangi tindakan pejabat menurut UU, dengan ancaman empat bulan penjara.
Editor: Ridwan Maulana