HARNAS.ID – Kejaksaan Agung (Kejagung) mendalami perkara dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) yang melibatkan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Dalam upaya yang dibangun, tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung memeriksa dua saksi.
“Kejaksaan Agung memeriksa dua saksi terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor Indonesia oleh LPEI tahun 2013-2019,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjutak, Rabu (5/1/2022).
Adapun dua orang saksi yang diperiksa memiliki inisial IS selaku Direktur Pelaksana II LPEI dan saksi dengan inisial AS selaku Direktur Pelaksana IV LPEI. Kedua saksi tersebut akan diperiksa oleh Tim Jaksa Penyidik terkait dengan pemberian fasilitas pembiayaan kepada LPEI.
Melalui pemeriksaan tersebut, pihak Kejaksaan Agung berharap dapat menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi yang terkait dengan penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh LPEI. Pemeriksaan saksi berlangsung, Selasa (4/1/2022).
“Pemeriksaan saksi dilaksanakan dengan mengikuti protokol kesehatan secara ketat, antara lain dengan menerapkan 3M (mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak, red.),” kata Leonard.
Pada Selasa (2/11/2022), Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka yang menghalangi penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi LPEI ini karena menolak untuk memberikan keterangan dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Penolakan tersebut menyulitkan penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi LPEI. Salah satu dari ketujuh tersangka tersebut adalah IS selaku mantan Direktur Pelaksana UKM.
Selanjutnya, pada 1 Desember 2021, Kejagung menetapkan seorang pengacara Didit Wijayanto Wijaya sebagai tersangka. Leonard mengatakan, Didit telah mempengaruhi dan mengajari tujuh orang saksi untuk menolak memberikan keterangan sebagai saksi dengan alasan yang tidak dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
LPEI diduga melakukan penyelenggaraan pembiayaan ekspor ke sembilan debitur tanpa melalui tata kelola yang baik. Tindakan tersebut berdampak pada meningkatnya kredit macet atau “non performing loan” (NPL) sebesar 23,39 persen. Padahal, berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2019, LPEI mengalami kerugian sebesar Rp 4,7 triliun.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Didit menggugat praperadilan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung atas penetapan tersangka dan penahanan dirinya.
Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Haruno menyebutkan bahwa sidang perdana praperadilan ditunda hingga Senin (10/1/2022) karena pihak termohon, yakni Jampidsus Kejaksaan Agung, tidak hadir pada (3/1/2022).
Editor: Ridwan Maulana