Harnas.id, DEPOK – Kasus dugaan kekerasan seksual yang melibatkan anggota DPRD Depok, Rudy Kurniawan, terhadap seorang siswi SMP terus menjadi sorotan publik. Meskipun sudah ditetapkan sebagai terdakwa, Rudy Kurniawan masih menerima gaji dan fasilitas sebagai anggota DPRD Depok, yang memicu kritik tajam dari berbagai pihak.
Jaringan Masyarakat Sipil (JMS) menilai bahwa pengabaian perlindungan bagi korban, yang hingga kini masih berada dalam penguasaan keluarga pelaku, menunjukkan kegagalan negara dalam memberikan rasa aman bagi korban. Menurut JMS, situasi ini sangat berisiko terhadap keamanan dan pemulihan psikologis korban.
“Kami, Jaringan Masyarakat Sipil, menyampaikan keprihatinan atas pengabaian negara dalam penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak ini,” ungkap JMS dalam keterangan resminya.
Mereka juga menyoroti ketidakmampuan aparat penegak hukum dalam melaksanakan pertemuan pendahuluan dengan korban, yang diwajibkan oleh Pedoman Kejaksaan Nomor 1 Tahun 2021, untuk memastikan perlindungan yang layak.
Namun, pihak berwenang, termasuk Jaksa Penuntut Umum, mengungkapkan bahwa penanganan kasus ini masih dalam proses hukum yang sesuai dengan prosedur yang berlaku. Mereka juga menjelaskan bahwa sejumlah upaya sudah dilakukan untuk memastikan kelancaran jalannya persidangan, termasuk mempersiapkan korban untuk memberikan kesaksian di pengadilan.
Di sisi lain, Tuani dari LBH Apik Jakarta menyebut bahwa pengabaian terhadap hak korban ini merupakan pelanggaran serius terhadap kewajiban hukum negara, baik secara nasional maupun internasional, yang seharusnya menjamin perlindungan korban kekerasan seksual. Tuani juga menekankan bahwa Indonesia telah meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), yang mewajibkan negara untuk mengambil langkah cepat dalam melindungi korban.
Sementara itu, beberapa lembaga negara yang terlibat dalam penanganan kasus ini, seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), juga menegaskan pentingnya perlindungan korban selama proses hukum berjalan. Kedua lembaga tersebut mengaku telah berkoordinasi untuk memastikan adanya perlindungan yang layak bagi korban.
JMS, dalam keterangannya, tetap mendesak agar berbagai pihak terkait segera bertindak untuk memastikan perlindungan korban, termasuk melakukan evakuasi dari lingkungan pelaku dan memberikan pendampingan psikologis yang diperlukan.
Kemen PPPA dan LPSK juga menegaskan komitmennya untuk mendampingi korban sepanjang proses hukum ini berlangsung, memastikan pemenuhan hak-hak korban, dan menyediakan bantuan yang diperlukan.
Kasus ini menunjukkan pentingnya perlindungan yang komprehensif bagi korban kekerasan seksual, terutama anak-anak. Meskipun ada kritik terhadap penanganan yang dirasa tidak maksimal, pihak berwenang mengklaim telah mengikuti prosedur hukum yang ada. Semua pihak, baik lembaga pemerintah maupun masyarakat sipil, sepakat bahwa keadilan harus ditegakkan dengan memperhatikan kebutuhan korban, agar proses hukum berjalan secara adil dan korban mendapatkan perlindungan yang layak.
Laporan: Agung
Editor: IJS