HARNAS.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mendalami lebih lanjut peran Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk, Oon Nushihono dalam sejumlah aktivitas bisnis perusahaan yang melantai di bursa dengan kode emiten SMRA itu.
Melalui Oon Nushihono, lembaga antokorupsi bakal melihat lebih jauh sejumlah proyek Summarecon Agung, termasuk proyek Summarecon Bekasi dan Bogor.
Oon Nushihono merupakan pihak yang ditetapkan KPK sebagai tersangka pemberi suap pemulusan perizinan pembangunan Apartemen Royal Kedhaton Yogyakarta. Dalam sengkarut kasus itu, Oon diduga memberikan sejumlah uang kepada mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti.
Nama Oon Nushihono juga muncul dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Wali Kota Bekasi nonaktif, Rahmat Effendi atau Pepen. Namanya muncul lantaran menjadi salah satu pihak yang dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Pepen pada 11 April 2022.
Dalam surat dakwaan jaksa KPK terhadap Rahmat Effendi, PT Summarecon Agung Tbk juga disebut memberikan gratifikasi senilai Rp 1 miliar kepada Pepen. Diduga gratifikasi berupa uang dari Summarecon itu diterima melalui yayasan miliknya dan keluarga, yakni Yayasan Pendidikan Sakha Ramdan Aditya.
Penerimaan itu terjadi dua tahap, yakni sebesar Rp 500 juta pada 29 November 2021 dan Rp 500 juta pada 7 Desember 2021.
“Pasti nanti kita akan liat ya, dalam hal ini kan masih terkait dengan perizinan IMB di Yogya. Apakah ybs (Oon Nushihono) juga ke Bekasi ke Bogor atau kemana, di mana ada proyek-proyek PT SA (Summarecon Agung) melakukan hal yang sama (dugaan praktik suap) tentu nanti akan diliat di dalam proses penyidikan,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/6/2022).
Proses penyidikan kasus dugaan suap pemulusan perizinan pembangunan Apartemen Royal Kedhaton Yogyakarta menjadi pintu masuk KPK menelusuri lebih lanjut dugaan praktik rasuah. KPK tak segan-segan menindak jika ditemukan bukti kuat Summarecon Agung menggunakan jalan rasuah dalam menjalankan bisnisnya.
“Jadi kami (saat ini) tidak bisa memastikan apakah (sejumlah proyek Summarecon Agung amis dugaan suap), semuanya bergantung kepada kecukupan alat bukti,” ucap Alex.
Dalam kasus dugaan suap pemulusan perizinan pembangunan Apartemen Royal Kedhaton Yogyakarta, maupun gratifikasi dan TPPU yang menjerat Rahmat Effendi, andil korporasi Summarecon Agung tak luput dari pantauan KPK. KPK berjanji bakal mendalami keterlibatan korporasi PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) dalam sengkarut rasuah tersebut.
“Ya tentu nanti akan didalami apakah uang yang diberikan itu tersebut itu diambil dari kasnya summarecon atau atas persetujuan dari dewan direksi mengetahui,” ujar Alex.
“Kalau sudah menjadi kebijakan korporasi misalnya korporasi menyetujui atau mengetahui untuk memberikan imbalan atau sesuatu dalam pengurusan perizinan ya berarti kan korporasi terlibat dalam proses penyuapan dan diketahui oleh PT SA,” tutur Alex menambahkan.
KPK sejauh ini baru menetapkan empat tersangka kasus dugaan suap pemulusan perizinan pembangunan Apartemen Royal Kedhaton Yogyakarta. Keempat tersangka itu yakni, Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk, Oon Nusihono; Wali Kota Yogyakarta periode 2017-2022, Haryadi Suyuti; Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta, Nurwidhihartana; dan ajudan atau aspri Haryadi, Triyanto Budi Yuwono.
Penetapan tersangka itu hasil pemeriksaan intensif dan gelar perkara pasca Oprasi Tangkap Tangan (OTT) di Jakarta dan Yogyakarta pada Kamis (2/6/2022). Dalam OTT ini, Tim Satgas KPK mengamankan 10 orang dari sejumlah tempat dan barang bukti berupa uang senilai USD 27.258 ribu yang diduga suap.
Dalam perkara ini, KPK menduga Haryadi Suyuti bersama-sama Nurwidhihartana dan Triyanto menerima suap dari Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Oon Nusihono. Oon diduga menyuap Haryadi untuk mengamankan izin mendirikan bangunan (IMB) apartemen Royal Kedhaton yang berada di kawasan Malioboro dan termasuk dalam wilayah Cagar Budaya.
Atas dugaan tersebut, Oon yang diduga sebagai pihak pemberi dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, Haryadi, Nurwidhihartana dan Triyanto yang diduga pihak penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Editor: Ridwan Maulana