Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Mardani H Maming (kiri) mendatangi Gedung KPK Jakarta, guna menjalani pemeriksaan terkait perkara korupsi, Kamis (2/6/2022). HARNAS.ID | FADLAN BUTHO

HARNAS.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah melakukan penyelidikan kasus dugaan korupsi yang menyeret nama Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Mardani H Maming. Diduga kasus yang sedang diusut dan didalami itu terkait suap penerbitan izin  pertambangan (IUP).

Mardani yang juga menjabat Ketua DPD Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kalsel sebelumnya sempat menjabat Bupati Kabupaten Tanah Bumbu masa jabatan 2010-2015. 

Dalam persidangan dengan terdakwa Kepala Dinas ESDM Tanah Bumbu, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo  beberapa waktu lalu, Bendahara Umum (Bendum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu mengakui menandatangani penerbitan Surat Keputusan (SK) Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT Bangun Karya Pratama Lestari Nomor 545/103/IUP-OP/D.PE/2010 kepada PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN). 

Dalam persidangan juga terungkap jika Mardani diduga menerima uang Rp 89 miliar terkait pengurusan izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu. Fakta itu terungkap saat Christian Soetio yang merupakan adik dari mantan Direktur Utama PT Prolindo Cipta Nusantara almarhum Henry Soetio, bersaksi dalam sidang terdakwa Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata Tak menampik informasi-informasi tersebut sedang didalami tim penyelidik KPK. Selain memeriksa Mardani, lembaga antikorupsi akan menguatkan bukti dan informasi melalui saksi lainnya.

“Tentu itu informasi-informasi itu kan sekarang sedang didalami penyelidik, kan begitu. Tentu ngga hanya mendasarkan pada keterangan 1 orang,” ungkap Alex, sapaan Alexander Marwata di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/6/2022).

“Dari berbagai informasi entah dari persidangan atau dari keterangan saksi yang lain dalam perkara lain, mungkin ada sambungannya, tentu itu menjadi masukan buat teman-teman penyelidikan untuk melakukan pendalaman,” ditambahkan Alex.

Alex juga merespon soal angka Rp 89 miliar yang diduga sebagai suap pemulus penerbitan IUP. “Kalau terkait dengan nilai angkanya, kami belum bisa menyampaikan, karena uangnya belum kita sita dan lain sebagainya, apakah bener sejumlah itu kita juga gak ngerti. Bisa saja lebih banyak dan sedikit,” kata Alex.

Kasus yang menjerat Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo (RDPS) sebelumnya diusut Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung. Pihak kejaksaan menjerat RDPS lantaran diduga menerima suap terkait izin peralihan pertambangan PT Bangun Karya Lestari ke PT Prolindo Cipta Nusantara.

Lantaran pengusutan kasus bertalian dengan kasus yang ditangani penegak hukum lain, KPK memastikan berkoordinasi dengan pihak Kejaksaan. “Oh pasti (berkoordinasi). Kalau itu ada hal, ada perkara yang bersinggung dengan penagak hukum lain, pasti kami akan lakukan koordinasi,” ujar Alex.

Sejauh ini Alex belum mau membeberkan secara gamblang soal penyelidikan yang dilakukan pihaknya. Termasuk saat disinggung soal klaim Mardani yang diperiksa dan dimintai keterangan terkait permasalahannya dengan Haji Samsudin atau Haji Isam, pemilik Jhonlin Group. Namun, Mardani bungkam saat disinggung soal dugaan suap Rp 89 miliar.

“Ya tentu informasi itu semua ada di penyelidik, sekali lagi kan teman-teman penyelidik sekarang lagi melakukan penggalian keterangan saksi atau dari laporan masyarakat dan informasi lain. Sejauh ini teman-teman penyelidik belum menginformasikan ke pimpinan, apakah telah cukup alat buktinya yang dapat membuktikan telah terjadi peristiwa pidana atau belum,” tandas Alex.

Christian sebelumnya saat bersaksi dalam persidangan mengungkapkan adanya dugaan aliran dana kepada Mardani melalui PT Permata Abadi Raya (PAR) dan PT Trans Surya Perkasa (TSP). Mardani disebut pemilik saham PAR dan TSP. 

Dalam mengelola pelabuhan batu bara dengan PT Angsana Terminal Utama (ATU), PT PAR dan TSP diketahui bekerja sama dengan PT PCN. Christian sendiri menduduki posisi Dirut PT PCN menggantikan posisi kakak kandungnya Henry Soetio yang meninggal dunia pada Juni 2021. 

“Saksi tadi menyampaikan bahwa dana yang mengalir ke Mardani totalnya berapa?,” tanya hakim Ahmad Gawi kepada Christian.

“Ratusan miliar yang mulia. Mohon maaf yang mulia, transfer ke Mardani, tapi transfernya ke PT PAR dan PT TSP,” kata Christian.

Chirstian mengetahui aliran dana itu karena pernah membaca pesan WhatsApp dari Henry Soetio yang ditujukan kepada Resi, pegawai bagian keuangan PT PCN. Resi diperintahkan mentransfer duit ke Mardani lewat PT PAR dan TSP.

“Ada berapa kali perintah itu?,” tanya hakim Ahmad Gawi lagi.

“Yang saya tahu di WA berkali-kali yang mulia,” jawab Christian.

Ahmad Gawi lantas meminta Christian mau menjabarkan detail uang yang diterima Mardani.

“Berapa totalnya?,”  tanya Ahmad Gawi.

“Total yang sesuai TSP dan PAR itu nilainya Rp 89 miliar yang mulia,” ucap Christian.

“Jadi total Rp 89 miliar untuk TSP dan PAR?. (Sejak tahun) 2014 yang mulia, sampai 2020. TSP dan PAR masuk Grupnya 69. Yang saya ketahui, yang saya dengar, punyanya Mardani,” ucap Christian.

“Memang tidak langsung ke Mardani dari Resi itu?,” tanya Ahmad Gawi.

“Siap yang mulia,” ucap Christian.

Editor: Ridwan Maulana