HARNAS.ID – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyatakan pihaknya tak pernah bertanya ke Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) perihal keberadaan Harun Masiku.
Harun merupakan eks calon legislatif PDIP sekaligus buron kasus dugaan korupsi penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024.
“Hahaha enggak, kita tidak bertanya itu,” ujar Firli kepada awak media di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (30/6/2022).
Dalam kesempatan itu, Firli menjawab pertanyaan wartawan mengenai dugaan kedekatan KPK dengan PDIP sehingga tidak mampu memproses hukum Harun hingga saat ini.
Dalam hal ini wartawan menyinggung agenda ‘Politik Cerdas Berintegritas’ (PCB) Terpadu yang turut mengundang PDIP beberapa waktu lalu.
Firli menjelaskan agenda tersebut diikuti oleh partai politik (parpol) peserta pemilu alias tak hanya PDIP. Ia menjelaskan program PCB merupakan salah satu upaya KPK untuk mendorong penguatan integritas di internal parpol.
“Ini kan pendidikan cerdas berintegritas itu bukan melihat partai satu, partai dua. Dua puluh partai kita ikut sertakan,” imbuhnya.
Ia menegaskan pihaknya sampai saat ini masih terus memburu Harun yang sudah buron lebih dari 900 hari.
“Prinsipnya semua orang yang dalam tahap pencarian KPK itu terus kita cari, tapi memang harus dipahami juga bahwa KPK telah melakukan berbagai upaya,” kata dia.
Upaya itu antara lain melalui kerja sama dengan Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang mempunyai pengawasan terhadap lalu lintas seseorang untuk masuk dan keluar wilayah RI.
Kemudian, lanjut Firli, KPK bekerja sama dengan Polri yang mempunyai kekuatan Sumber Daya Manusia (SDM) sampai ke desa-desa terpencil untuk mencari dan menangkap buron.
“Berikutnya, kita juga memanfaatkan lembaga-lembaga internasional. Apakah itu interpol, termasuk jejaring kerja sama dengan Kemenlu dan perwakilan Indonesia yang ada di luar negeri,” tutur Firli.
“Prinsipnya adalah para DPO itu tetap dalam komitmen kita untuk kita tuntaskan,” pungkasnya.
Harun ditetapkan sebagai tersangka lantaran diduga menyuap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan agar bisa ditetapkan sebagai pengganti Nazarudin Kiemas yang lolos ke DPR. Namun meninggal dunia. Ia diduga menyiapkan uang sekitar Rp 850 juta untuk pelicin agar bisa melenggang ke Senayan.
Kasus ini terbongkar melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 8-9 Januari 2020, dua tahun lalu, di sejumlah lokasi seperti Jakarta dan Depok. Harun saat itu tidak ikut ditangkap. KPK hanya berhasil menangkap Wahyu bersama tujuh orang lainnya.
Editor: Ridwan Maulana