Penggeledahan KPK di Rumah Japto Soerjosoemarno, Pemuda Pancasila Serukan Asas Praduga Tak Bersalah

Ketua Umum PP, Japto Soerjosoemarno. Foto: Istimewa

Harnas.id, Jakarta – Majelis Pimpinan Nasional Pemuda Pancasila (PP) meminta semua pihak untuk menghormati proses hukum dan mengedepankan asas praduga tak bersalah terkait penggeledahan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di rumah Ketua Umum PP, Japto Soerjosoemarno, pada Selasa (4/2) malam.

“Kami menghormati proses hukum dan meminta agar semua pihak juga menghormatinya serta mengedepankan asas praduga tak bersalah,” ujar Sekretaris Jenderal MPN PP, Arif Rahman, dalam pernyataannya kepada media, Rabu (5/2) malam.

Penggeledahan ini berkaitan dengan kasus dugaan penerimaan gratifikasi dengan tersangka mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari. Dalam operasi tersebut, tim penyidik KPK menyita 11 mobil, sejumlah uang dalam mata uang rupiah dan valuta asing, dokumen penting, serta barang bukti elektronik (BBE).

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menyatakan bahwa pihaknya tengah menelusuri dan menyita aset-aset yang diduga berasal dari gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan oleh Rita Widyasari.

“Langkah ini bertujuan untuk memulihkan aset negara yang diduga berasal dari hasil kejahatan korupsi,” jelas Tessa.

Sebelumnya, KPK juga telah menggeledah rumah pengusaha batu bara yang juga Ketua Pemuda Pancasila Kalimantan Timur, Said Amin, pada Juni 2024. Selain itu, rumah Wakil Ketua Umum MPN PP sekaligus Politikus Partai NasDem, Ahmad Ali, turut digeledah pada Selasa, 4 Februari 2025. Dari kedua lokasi tersebut, penyidik menyita uang tunai, tas mewah, jam tangan, serta sejumlah kendaraan.

Rita Widyasari kembali diproses hukum oleh KPK karena diduga menerima gratifikasi dari sektor pertambangan batu bara. Besaran gratifikasi yang diterima diperkirakan sekitar US$3,3 hingga US$5 per metrik ton batu bara.

Lebih lanjut, Rita diduga telah menyamarkan penerimaan gratifikasi tersebut, sehingga KPK menjeratnya dengan Pasal TPPU. Sejumlah aset yang disinyalir berasal dari hasil gratifikasi masih dalam proses pendalaman. KPK terus memeriksa saksi-saksi guna menelusuri aliran dana korupsi tersebut.

Pada 27 Juni 2024, KPK telah memeriksa pengusaha asal Kalimantan Timur, Said Amin, terkait sumber dana pembelian ratusan kendaraan yang telah disita sebelumnya. Selain itu, penyidik juga menggeledah rumah Direktur Utama PT Sentosa Laju Energy, Tan Paulin alias Paulin Tan, di Surabaya, Jawa Timur.

Rita Widyasari bersama Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairudin, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sejak 16 Januari 2018. Mereka diduga mencuci uang hasil gratifikasi dari proyek dan perizinan di Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, dengan total nilai mencapai Rp436 miliar.

Dana gratifikasi tersebut disinyalir digunakan untuk membeli kendaraan, tanah, uang tunai, serta aset lainnya atas nama orang lain guna menyamarkan asal-usulnya.

Saat ini, Rita Widyasari mendekam di Lapas Perempuan Pondok Bambu, menjalani hukuman 10 tahun penjara. Berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA), ia juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp600 juta subsider enam bulan kurungan.

Selain itu, hak politik Rita dicabut selama lima tahun setelah ia selesai menjalani pidana pokoknya. KPK membuktikan bahwa Rita menerima gratifikasi sebesar Rp110,7 miliar dan suap Rp6 miliar dari berbagai pemohon izin dan rekanan proyek.

Kasus ini terus berkembang seiring upaya KPK dalam menelusuri aset-aset yang diduga berasal dari hasil tindak pidana korupsi.