HARNAS.ID – Penyematan status tersangka sejumlah pimpinan PT Rantau Utama Bhakti Sumatra (RUBS) oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Ditipideksus) Bareskrim Polri dinilai sebagai upaya kriminalisasi investor di Indonesia.
Mereka yang diduga melakukan penggelapan dalam jabatan, yaitu direktur utama RUBS bersama komisaris dan direksi lain PT mengalihkan saham milik pelapor selaku pemilik PT Batubara Lahat.
Kuasa Hukum PT Rantau Utama Bhakti Sumatera Ricky Hasiholan Hutasoit menilai, penetapan kliennya sebagai tersangka oleh penyidik Bareskrim tindakan yang serampangan dan upaya kriminalisasi investor pertambangan.
Apalagi, PT Batubara Lahat di Sumatera Selatan juga telah dilaporkan terkait dugaan penjualan batubara secara ilegal yang merugikan para investornya.
“Patut diduga penetapan tersangka ini kriminalisasi sebagai alasan agar PT Batubara Lahat dapat leluasa melanggar perjanjian kontrak kerja sama yang telah disepakati sebelumnya,” kata Ricky dalam keterangan resminya di Jakarta, Minggu (14/8/2022).
PT Batubara Lahat diduga melakukan penambangan secara ilegal tanpa seijin direksi PT Rantau Utama Bhakti Sumatra sebagai beneficial owner.
“Jelas ini terbalik sebenarnya, yang melakukan penggelapan siapa di sini? Kami punya bukti kuat. Jadi sangat disayangkan di tengah kinerja dan kredibilitas Polri yang sedang disorot, para investor yang notabene ingin meningkatkan perekonomian Indonesia malah dikriminalisasi. Polri sebagai institusi besar telah dipergunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” tuturnya.
“Kami memiliki bukti bahwa pelapor adalah pihak yang ingin menguasai aset terlapor tanpa mengindahkan etika bisnis dan menggunakan celah hukum pidana.”
Menurut Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Jakarta Abdul Fickar Hadjar, penanganan suatu tindak pidana oleh Polri seharusnya dilakukan secara hati-hati terhadap subjek pelaku tindak pidana. Dalam pengertian tidak mengganggu aktivitas bisnis korporasi. Jika salah langkah dan tidak profesional dalam penanganannya menyebabkan investor dan modalnya lari.
“Intinya jangan merusak iklim investasi,” ujar Fickar.
Jika penyidikan kasus ini serampangan dan diduga ada upaya kriminalisasi, berpotensi memburuknya kepercayaan investor untuk menanamkan modal di Indonesia. Jangan sampai Polri jadi alat kriminalisasi oleh oknum atau korporasi mencari keuntungan, sehingga membuat cara penanganan penyidikan menjadi tidak profesional dan mengganggu iklim investasi.
“Inilah yang harus dihindari, karena tidak mustahil akan mengakibatkan larinya PMA atau PMDN,” ujarnya.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi Universitas Pelita Harapan (UPH) Tanggor Sihombing menyebut, penyidik Polri perlu menjaga keberlanjutan usaha dan perlindungan tenaga kerja, khususnya dalam kasus ini.
“Salah satunya adalah terebosan ultimum remedium yang artinya hukum pidana di jadikan sebagai upaya terakhir dalam penegakan hukum,” kata Tanggor.
Penetapan tersangka ini berdasarkan Surat Perintah Penyidikan nomor SP.Sidik/415N/Res.1 .11./2021/Dittipideksus, pada 3 Mei 2021. Kemudian, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor: R/182N/RES.1 .11./2021/Dittipideksus, pada 5 Mei 2021.
Editor: Ridwan Maulana