Harnas.id, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengonfirmasi bahwa rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan diberlakukan khusus untuk barang mewah. Aturan ini saat ini sedang dalam tahap finalisasi dan akan segera diumumkan bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto.
“Tidak hanya mengenai PPN 12 persen, tapi kami pastikan pemerintah tetap memihak pada masyarakat luas. Barang dan jasa yang berdampak langsung pada masyarakat tetap diprioritaskan bebas pajak,” ungkap Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa Edisi Desember 2024, Rabu (11/12/2024).
Sri Mulyani menegaskan bahwa kenaikan PPN tidak akan memengaruhi barang dan jasa tertentu yang selama ini sudah bebas PPN. Barang-barang kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, susu segar, dan gula konsumsi akan tetap memiliki tarif PPN 0 persen.
Selain itu, jasa pendidikan, kesehatan, transportasi umum, tenaga kerja, keuangan, asuransi, penjualan buku, vaksinasi, rumah sederhana, rusunami, serta pemakaian listrik dan air minum juga tidak dikenakan PPN.
“Nilai barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN mencapai Rp231 triliun tahun ini, dan tahun depan diperkirakan akan meningkat menjadi Rp265,6 triliun,” jelasnya.
Menurut Sri Mulyani, kenaikan PPN menjadi 12 persen hanya akan diterapkan pada barang-barang mewah yang umumnya dikonsumsi oleh kalangan menengah ke atas.
“Barang-barang mewah yang dikenakan PPN 12 persen ini adalah yang dikonsumsi oleh mereka yang mampu. Kami sedang menghitung dampak dan menyiapkan aturan ini,” ujarnya.
Sri Mulyani juga menegaskan bahwa kenaikan ini dirancang agar tidak membebani masyarakat kecil dan menengah. “Barang-barang kebutuhan pokok tetap 0 persen nilai PPN-nya. Kami pastikan masyarakat tetap terlindungi,” tambahnya.
Pemerintah berkomitmen menjalankan Undang-Undang PPN secara konsisten dengan tetap memberikan pengecualian pada barang dan jasa esensial yang berdampak luas bagi masyarakat.
Dengan rencana ini, pemerintah berharap tetap menjaga keseimbangan antara kebutuhan penerimaan negara dan perlindungan terhadap masyarakat kecil.