Jabar Darurat Seks Bebas?

Foto: Ilustrasi Istimewa

BANDUNG, Harnas.id – Jawa Barat darurat seks bebas. Hal itu dikuatkan dengan data dari Pengadilan Tinggi Agama Jabar, dimana pada 2020 jumlah anak yang mengajukan dispensasi perkawinan sebanyak 8.312 anak. Lalu, pada 2021 sebanyak 6.794 anak. Kemudian pada 2022 triwulan 3 anak yang mengajukan dispensasi ini naik menjadi 8607.

Menyikapi hal ini, Wakil Ketua Komisi X DPRD Jawa Barat, Abdul Hadi Wijaya pun angkat suara. Menurutnya, seluruh leading sektor yang terkait harus segera mengambil sikap agar angka peningkatan pernikahan dini tidak mengalami kenaikan.

“Kasus anak yang mengajukan perkawinan dispensasi ini, menurut saya sudah semakin meresahkan. Semua pihak terkejut, kami juga terkejut ini harus ada pencanangan Jawa Barat darurat terkait seks bebas, Jabar darurat seksual pranikah,” ujar Abdul Hadi dilansir dari Republika, Kamis (19/1/2023).

Hadi juga berharap, Dinas Pendidikan (Disdik) Jabar harus segera mengambil peran memberikan pemahaman di hulunya. Karena, tempat berkumpulnya anak-anak usia sekolah, khususnya SMA.

“Ini harus dilakukan sekarang, pencanangan Jabar darurat pergaulan bebas ini harus segera dilakukan semua pihak yang konsen dengan masa depan generasi Jawa Barat mendatang,” katanya.

Tak hanya kepada Disdik, Hadi juga meminta Diskominfo harus terlibat karena memiliki program menyediakan wi-fi gratis di mana-mana. Jadi, harus ada kontrolnya. Sebaiknya, tayangan yang berbau pornografi tidak bisa diakses sembarangan.

“Itu harus tegas mungkin juga ada patroli siber,” katanya.

Karena, menurut dia, bisa jadi seks pernikah tersebut dicontoh dari tayangan berbau pornografi yang ditonton secara bebas. Selain itu, Hadi menilai pengawasan keluarga juga lemah. Orang tua harus memberikan perhatian dan mengawasi pergaulan anaknya.

“Anak harus terus mendapatkan pemahaman soal seks pranikah ini. Yakni, tentang bagaimana bahayanya masa depan mereka ini kalau sampai hamil di luar nikah. Jadi, menyelesaikan persoalan ini tak bisa hanya dengan diskusi, tapi bagaimana agar kontrol dengan ketat di lingkungan seorang anak,” paparnya.

Sementara itu, Pemprov Jawa Barat mencatat sebanyak 5.523 pasangan telah melangsungkan pernikahan dini pada 2022. Ribuan anak tersebut bisa menikah setelah permohonan dispensasi menikahnya diterima Pengadilan Agama (PA).

Kepala Bidang Peningkatan Kualitas Keluarga pada Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jabar Iin Indasari merinci, permohonan dispensasi menikah hingga Desember 2022 tercatat mencapai 5.777 permohonan. Dari ribuan permohonan tersebut, 5.523 permohonan telah dikabulkan pengadilan.

“Angka perkawinan anak di Jabar ini memang masih terhitung tinggi, walaupun dari tahun ke tahun kalau kita lihat telah mengalami penurunan,” kata Iin saat dihubungin wartawan, Kamis (19/1/2023).

Iin menyatakan rincian pernikahan anak paling tinggi terjadi di Kabupaten Garut dengan 570 pernikahan. Kemudian 564 pernikahan di Indramayu, 541 pernikahan di Ciamis, 480 di Cirebon, dan sisanya di bawah 400 pernikahan.

“Ini data per PA. Jadi ini saya berbicara seusai dengan dispensasi yang dikabulkan, tidak berbicara jumlah orang. Ini istilahnya absolut, bukan proporsi bukan juga perbandingan. Karena bisa jadi mungkin jumlah orangnya lebih banyak,” tuturnya.

Menurut Iin faktor terjadinya pernikahan anak masih didominasi kasus kehamilan yang tidak diinginkan. Bahkan berdasarkan catatan PA, anak yang menikah mayoritas terjadi karena calon mempelai perempuannya sudah hamil terlebih dahulu.

“Sehingga tantangannya yang berkaitan dengan itu yaitu seperti globalisasi. Jadi kemudahan mengakses informasi itu tidak hanya membawa dampak positif, tapi juga membawa dampak negatif seperti lebih mudahnya anak-anak mengakses konten-konten dewasa,” ucapnya.

Meski sudah ada berbagai upaya yang dilakukan DP3AKB, Iin tetap mengimbau orang tua memperkuat pengawasan dan pendampingan terhadap anak-anaknya. Ia berharap para orang tua bisa lebih peka lagi terhadap kondisi anak. Sehingga kasus pernikahan dini tersebut bisa ditekan.

“Jadi anak-anaknya itu tidak cukup hanya diberikan kebutuhan yang sifatnya materil, tapi harus ada kedekatan secara hati. Sehingga nanti akan lebih terjaga terkait dengan pergaulannya,” pungkasnya. (PB/*)