BANDUNG, Harnas.id – Ketersediaan Minyak Kita di pasaran, khususnya di Jawa Barat kini langka. Ironisnya, hal ini terjadi akibat penimbunan. Hal itu diungkap Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Jawa Barat, Iendra Sofyan di Gedung Sate, Kota Bandung, Selasa (31/1/2023) kemarin.
Padahal menurutnya, jika dilihat dari sisi produksi, stok Minyak Kita idealnya masih tersedia. Bahkan, bahkan bahan baku ekspor pun mulai membaik.
“Tadi saya bilang kalau sisi produksi menurut saya aman, karena sistem untuk ekspor berjalan. Namun, ini yang di tengah ini para pelaku usaha. Soal penyebab kelangkaan Minyak Kita ini kami selidiki kan masih belum masif di Jabar masih ada di beberapa kabupaten,” ujar Iendra.
Lebih lanjut, Iendra menuturkan, hal tersebut masih terus dipantau Satgas Pangan Polda Jabar. Jika ditemukan ada penimbunan, polisi akan memberikan sanksi bertahap kepada pelaku.
“Apabila ada penimbunan tidak langsung ke hukum, tapi kita minta segera dikeluarkan dan dijual ke masyarakat. Kalau sudah tiga kali itu langsung ada penindakan,” ungkapnya.
Kendati begitu, Iendra memastikan, meski Minyak Kita banyak kehabisan stok di 27 kabupaten dan kota. Pasokan minyak untuk masyarakat di Jabar tetap dalam kondisi aman.
“Kami sedang mendata situasi di lapangan, kami akan bahas dengan Kabupaten/Kota untuk mencari solusi,” ujarnya.
Masyarakat juga bisa membeli minyak lain yang ada di pasar tradisional atau toko modern. “Kami baru dapat informasi parsial saja. Mudah-mudahan aman. Sedang kami koordinasikan,” katanya.
Sementara itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan memanggil Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian terkait permasalahan Minya Kita.
“Kami berencana memanggil Kemendag dan Kemenperin untuk mengetahui posisi pasti bagaimana produksi dan distribusi Minyakita dan minyak goreng curah,” kata Direktur Ekonomi KPPU Mulyawan Ranamanggala dikutip Selasa (31/1/2023).
KPPU mendapatakan laporan dari 7 kantor wilayah (kanwil), Minyakita stoknya langka, sekalipun ada harganya di atas harga eceran tertinggi (HET) Rp14.000 per liter. Selain itu, Mulyawan menuturkan bahwa pihaknya juga akan melakukan klarifikasi dengan dua kementerian tersebut.
Khususnya perihal aturan sanksi yang diberikan apabila pengusaha tidak memenuhi kebutuhan dalam negeri.
“Kami akan melakukan penelitian dan akan klarifikasi ke pemerintah bagaimana produksi dan distribusi dan juga apakah ada sanksi bagi pelaku usaha yang tidak memenuhi kebutuhan domestik untuk minyak goreng,” ucapnya.
Di samping itu, Mulyawan menegaskan KPPU RI akan mengusut dugaan penyempitan produksi dan distribusi yang dilakukan secara segaja oleh pengusaha. Sebab diketahui bersama, minat masyarakat membeli Minyakita sangat tinggi dibandingkan minyak goreng kemasan premium.
“Kita juga akan usut apakah benar pelaku usaha sekarang membatasi produksi minyak goreng curah maupun kemasan sederhana dengan tujuan untuk meningkatkan penyerapan minyak goreng kemasan premium yang saat ini kurang diminati oleh masyarakat karena selisih harganya yang cukup jauh,” bebernya. (PB/*)