JAKARTA, Harnas.id – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati kembali menyuarakan aspirasi dari Pekerja Migran Indonesia (PMI). Hal ini disuarakan secara terbuka oleh beberapa PMI melalui media sosial setelah ramai-ramai mencuatnya kasus pemeriksaan petugas bea cukai di bandara dan kasus oknum petugas pajak di Indonesia.
Kurniasih melihat banyak PMI yang menyuarakan kekecewaan di media sosial baik ketika mengirim barang maupun saat kepulangan di Indonesia karena banyak barang yang dibongkar, diacak-acak, dan sebagian hilang.
“Aspirasi yang sama disuarakan teman-teman PMI Hongkong saat kami mendengar langsung aspirasi mereka belum lama ini. Masalah ini kembali ramai seiring viralnya beberapa kejadian di bea cukai bandara yang akhirnya berujung permintaan maaf,” ungkap Kurniasih dalam keterangannya dikutip dari dprri.go.id, Selasa (11/4/2023).
Kurniasih meminta agar perbaikan yang dilakukan bukan hanya pada saat viral semata, tapi menjadi standar baku yang diterapkan. Bea Cukai harus menyosialisasikan dan menjelaskan secara jelas SOP dalam pemeriksaan barang bawaan penumpang. Selanjutnya bekerja berdasarkan SOP tersebut agar tidak terkesan ada diskriminasi.
Kemudian soal aturan pengenaan biaya saat mengirim barang kembali ke Indonesia atau saat kepulangan ke Indonesia. Terlebih saat ini musim mudik yang mungkin dimanfaatkan sebagian PMI untuk pulang ke Tanah Air.
“Sosialisasi aturannya sudah dilaksanakan secara masif belum? sehingga teman-teman yang tidak paham aturan tidak merasa diakali atau dibebani pembayaran berlebih. Karena ada yang menelepon langsung dan harus bayar sekian jika barangnya ingin keluar. Itu yang dicurhatkan teman-teman PMI,” sebut Politisi PKS ini.
Setelah sosialisasi aturan, ia menilai perlunya service excellent dari petugas bea cukai terhadap penumpang dari luar negeri terlebih kepada PMI. Sebab berkaca dari kasus yang dialami anak mantan Presiden RI Aliyah Wahid, terkesan ada diskriminasi terhadap profesi Pekerja Migran Indonesia.
Kejadian seperti ini bisa mencoreng nama baik bea cukai. Padahal kepabeanan Indonesia saat ini sudah mulai jadi model pembelajaran bagi negara berkembang lain tentang tata kelola kepabeanan.
“Justru teman-teman PMI ini harus disambut karpet merah karena remitansi mereka untuk devisa Indonesia adalah terbesar kedua setelah sektor migas. Tapi fakta di lapangan profesi PMI masih menjadi profesi yang dipandang sebelah mata sehingga tidak ada service excellent tapi yang didapat kesan intimidatif. Ini harus direformasi,” pintanya. (PB/*)