Mantan Ketua DPRD Jabar Dituntut 12 Tahun Penjara

Foto: Istimewa

BANDUNG, Harnas.id – Terbukti melakukan tindak pidana penipuan dan pencucian uang di kasus penipuan bisnis SPBU, Mantan Ketua DPRD Jawa Barat Irfan Suryanegara dituntut 12 tahun penjara.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Irfan Suryanagara berupa pidana penjara selama 12 tahun dikurangi selama masa penahanan yang telah dijalani. Dan pidana denda sebesar Rp 2 miliar, subsider 6 bulan,” ujar Fajar dalam membacakan amar tuntutan terdakwa Irfan Suryanagara.

Selain Irfan, istrinya Endang Kusumawaty juga dihukum 12 tahun penjara. Selain hukuman badan, keduanya juga dikenai denda Rp 2 miliar subsidair 6 bulan kurungan.

Tuntutan terhadap Irfan dan istrinya dibacakan Jaksa Penutut Umum (JPU) yang diketuai Fajar dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Bale Bandung pada Rabu (25/1/2023). Irfan dan istrinya mengikuti sidang secara virtual.

Jaksa menyatakan Irfan diyakini melakukan penipuan. Jaksa juga menyatakan Irfan diyakini melakukan TPPU dari kasusnya itu.

“Secara sah melakukan penipuan sesuai dengan Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dan TPPU yang dilakukan sebagaimana Pasal 3 jo Pasal 10 UU nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU,” katanya.

Jaksa mengungkapkan terdakwa awalnya tidak mengakui perbuatannya. Bahkan dalam persidangan terdakwa memberikan keterangan yang berbelit.

“Awalnya tidak mengakui adanya kerjasama investasi di awal persidangan, namun ketika ditanya majelis hakim, terdakwa mengakui adanya hubungan bisnis atau rekan kerja dalam keterangan terdakwa,” ucapnya.

Usai membacakan tuntutan terhadap Irfan, jaksa langsung membacakan tuntutan terhadap Endang Kusumawaty. Sama seperti suaminya, Endang dituntut 12 tahun bui.

“Menjatuhkan pidana berupa pidana penjara selama 12 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan. Denda sebesar Rp 2 miliar subsider 6 bulan penjara,” ucapnya.

Pihak Irfan langsung merespons tuntutan tersebut. Raditya, kuasa hukum Irfan menyatakan akan menyampaikan pleidoi atas tuntutan tersebut.

“Atas tuntutan jaksa tersebut tim PH dan pihak Irfan Suryanagara sendiri akan mengajukan pledoi (nota pembelaan),” ujar Raditya usai persidangan.

Raditya menilai tuntutan dari tim JPU tidak sesuai dengan yang diharapkan. Bahkan kata dia, tim JPU cenderung mengarang.

“Kami PH menilai semua analisa yuridis dari jaksa sangat imajinatif bahkan sangat mengada-ngada,” jelasnya.

Pihaknya menegaskan terdapat keterangan saksi yang tidak ada di persidangan turut dimasukan dalam surat tuntutan. Menurutnya JPU hanya menyalin apa yang tertera dalam Berita Acara Perkara (BAP).

“Sehingga sedikit banyak JPU hanya mengcopy paste dari BAP. Sedangkan Pasal 185 ayat (1) KUHAP telah mengatur bahwa keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan,” katanya.

Menurutnya keterangan yang disampaikan di persidangan adalah keterangan yang sah. Hal tersebut telah sesuai dengan fakta hukum.

“Hal ini berarti bahwa hanya keterangan-keterangan yang disampaikan di depan persidangan saja yang sah. Sebagai alat bukti dan merupakan fakta hukum yang dapat digunakan oleh Hakim sebagai pertimbangan putusannya,” tegasnya.

Dia menambahkan keterangan para saksi telah dicatat dengan baik oleh panitera persidangan. Sehingga majelis hakim bisa memutuskan perkara tersebut dengan adil.

“Kami tim PH percaya keterangan saksi-saksi yang telah diperiksa maupun dianggap dibacakan di muka persidangan secara rinci telah dicatat oleh Panitera sidang dengan baik dan lengkap.

Sehingga majelis hakim dalam mengambil keputusan tidak terkecoh oleh pernyataan-pernyataan JPU yang tidak berdasar,” pungkasnya. (PB/*)