Menangkal Berita Hoaks, Ini Penjelasan Anggota DPR RI

Harnas.id – BAKTI KOMINFO bekerjasama dengan KOMISI 1 DPR RI mengadakan acara webinar Seminar merajut nusantara, kali ini acara yang diadakan di studio atlantis edutech menghadirkan tiga narasumber yaitu, Anggota komisi 1 DPR RI, Rizky Natakusumah, DR. Devie Rahmawati, selaku pegiat literasi digital dan Nurina selaku Kepala Unit Studi Kewirausahaan UPI YAI.

Dengan mengusung tema “pemanfaatan TIK sebagai media komunikasi dan informasi menangkal hoaks”, diadakan kamis 30/03/23 di ikuti oleh berbagai komunitas muda wilayah Kabupaten Lebak dan Pandeglang Banten.

Dalam acara tersebut,  Rizki Natakusumah menyampaikan, bahwa acara tersebut digelar dalam rangka silaturahmi dan mendengar aspirasi dari anak- anak muda, khususnya wilayah Lebak dan Pandeglang Banten.

Sebagai salah satu anggota DPR RI perwakilan Banten, Rizki mengaku memiliki kewajiban untuk mendengarkan isu-isu yang disuarakan anak- anak muda di  Banten. Menurut dia, sebagai wakil rakyat perwakilan  Banten dirinya bisa menjembatani aspirasi masyarakat.

Disampaikan Rizki, sebagai wakil rakyat, penyebaran berita bohong, fitnah atau biasa disebut hoaks di tahun politik seperti saat ini, semakin menunjukkan pengaruh dan efek yang negatif bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Terlebih, berita bohong atau fitnah yang menyebar, telah dimanfaatkan untuk kepentingan politik maupun ekonomi tertentu dari pihak yang menghendaki kerusakan dalam hidup bermasyarakat.

Beredarnya berita bohong, palsu, fitnah atau hoaks, yang menjadi konsumsi sehari-hari masyarakat, telah dianggap sebagai informasi atau berita yang benar akibat masifnya berita hoaks itu. Sementara, masyarakat juga tidak memiliki pengetahuan dan sumber yang cukup, untuk membedakan informasi atau berita yang diperolehnya benar atau salah.

“Maraknya peredaran berita hoaks tidak dapat dilepaskan dari orang atau pihak yang bertindak sebagai pembuat atau penyebar berita hoaks itu. Dilihat dari sisi psikologis, pembuat dan penyebar berita hoaks adalah pribadi yang ingin dikenal dan diakui keberadaannya oleh orang lain, melalui sesuatu yang ia hasilkan atau bagikan”, katanya.

Sementara itu, DR. Devie Rahmawati, selaku pegiat literasi digital turut mengamini apa yang disampaikan oleh Anggota komisi 1 DPR RI dapil Lebak Pandeglang ini. Ia juga memaparkan bahwa penyebaran berita atau informasi hoaks, menjadi isu yang berbahaya dalam hidup berbangsa dan bermasyarakat.

Isu Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan (SARA) hingga ujaran kebencian menjadi materi berbahaya dalam penyebaran berita hoaks, terutama memasuki tahun politik menjelang pemilu 2024. Untuk itu peran serta pemerintah maupun masyarakat untuk mengatasi dan mengantisipasi bahaya hoaks, dengan melakukan klarifikasi berita yang benar kepada masyarakat.

Pemerintah harus pro aktif, semua pemangku kepentingan, media, semuanya harus merasa bertanggung jawab untuk mengendalikan, untuk mengantisipasi, untuk juga mengklarifikasi. Bahwa suatu isu itu segera, jangan sampai menyebar terlalu lama, jangan sampai hitungan hari, hitungan jam segera harus ada klarifikasi, kebenarannya seperti apa, dan mendudukkan pada tempat yang semestinya

“peran serta masyarakat sangat dibutuhkan untuk membantu melawan dan meredam penyebaran hoaks yang masif. Gerakan melawan penyebaran hoaks telah dilakukan, antara lain lewat edukasi dan penyampaian berita yang benar kepada masyarakat, baik melalui sosialisasi langsung kepada maupun melalui media sosial. Kita selalu menggunakan media sosial dengan sebaik-baiknya, terutama dalam hal ini supaya kita berhati-hati dalam melakukan posting, apa yang kita posting, selalu mencek ricek sebelum kita berbagi informasi, termasuk juga kita juga mengedukasi WA-WA grup yang kita ikuti. Kita selalu melakukan debunk atau kita memaparkan bahwasannya ini loh berita yang sebenarnya”,terangnya.

Sebagai narasumber terakhir, Nurina selaku Kepala Unit Studi Kewirausahaan UPI YAI memaparkan Pemakaian hoaks dengan muatan isu SARA, harus menjadi kewaspadaan masyarakat agar jangan mau lagi dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.

Kemampuan memproduksi hoaks yang jauh lebih banyak dan cepat dibanding upaya pencegahan dan pemberantasannya, harus diantisipasi dengan pembekalan literasi digital dan non-digital, sehingga masyarakat mampu membedakan hoaks serta tidak mudah dipancing provokasi yang dapat mengobarkan konflik.

Menurutnya, mungkin banyak masyarakat yang tidak tahu bahwa fitnah itu adalah alat, senjata konflik yang paling besar saat ini di era informasi. Itu sebabnya kalau kita melihat di semua kontestasi politik yang kita punya beberapa tahun terakhir, semuanya mempergunakan fitnah, mempergunakan hoaks, mempergunakan berita palsu.

“Itu sebabnya, sekarang sangat penting buat elemen masyarakat untuk membekali dirinya dengan literasi digital, literasi apa pun termasuk juga yang non-digital karena sekarang juga banyak fitnah yang disebarkan melalui selebaran, atau yang lain-lainnya” tuturnya.

Sebagai penutup dari ketiga narasumber disepakati bahwa Perlu diketahui bersama bahwa maraknya produksi hoax selama ini tidak bisa dilepaskan dari besarnya konsumen atau pengguna hoax itu sendiri. Sebagaimana hukum permintaan dan penawaran, hoax terus diproduksi karena memang ada pengguna atau konsumennya.

Oleh karenanya, jika kita ingin menghentikan atau setidaknya mengurangi produksi dan penyebaran hoax, maka para pengguna atau pemakainya yang harus diatasi. Adapun masyarakat awam yang minim pengetahuan dan memiliki literasi digital yang rendah yang jumlahnya cukup besar dapat diatasi melalui pendekatan program peningkatan pengetahuan dan kemampuan literasi digital.

Mereka harus diberi pemahaman yang komprehensif tentang bagaimana cara mendeteksi suatu berita itu hoax atau bukan, bagaimana caranya memilah dan menyaring informasi.