PPATK Temukan Transaksi Rp114 Miliar TPPO dan Pornografi Anak

JAKARTA, Harnas.id – Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) menyampaikan ke publik temuan transaksi Rp114 miliar terkait Tindak Pidana Perdagangann Orang (TPPO) dan Pornografi Anak.

“Kami sedang menelusuri korbannya. Kami coba berkoordinasi dengan para pihak untuk mendalami kasus ini,” ujar Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Nahar, ketika dikonfirmasi Kamis (29/12/2022).

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyatakan pihaknya akan menelusuri anak-anak yang menjadi korban sindikat pornografi anak tersebut.

Sebelumnya Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana menyebutkan ada temuan transaksi Rp 114,2 miliar terkait Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan Child Sex Abuse (CSA).

“Tahun ini kami membentuk pola kerja baru dan tim khusus yang menangani kelompok tindak pidana tertentu, salah satunya adalah Tim kasus TPPO,” ujar Ivan, Rabu (28/12/2022) di Kantor PPATK Juanda Jakarta Pusat.

Total transaksi terkait TPPO yang telah berhasil diungkap PPATK sebesar Rp 114.266.966.810 (114,2 miliar). Pada 2022, PPATK telah melakukan 8 hasil analisis (HA) terkait dengan TPPO/CSA.

Dalam melakukan fungsi analisis dan pemeriksaan, pihak PPATK juga aktif melakukan koordinasi dengan NGO/penyidik untuk penyelesaian kasus TPPO/CSA yang sedang ditangani. “Ditemukannya berita transaksi pada rekening para pihak yang dianalisis dengan underlying tertentu menjurus tentang anak,” tuturnya.

Para pelaku kata Ivan sebagian besar masih menggunakan channel transaksi pada perbankan (pemindah bukuan, transfer via ATM, dan juga transaksi menggunakan internet banking ataupun mobile banking).

“Pada kasus pornografi anak, para pelaku kejahatan yang memperdagangkan video pornografi menggunakan e-wallet, seperti gopay, Dana dan OVO dalam menampung pembayaran dari pembeli konten pornografi tersebut,” kata Ivan.

Ia juga menyebutkan ada indikasi pola co-mingling, yakni mencampur hasil usaha resmi dengan hasil tindak pidana, pada rekening beberapa pihak yang diketahui sebagai pemilik/pegawai PJTKI/PPATKIS.

Berdasarkan analisis transaksi, ditemukan sejumlah pihak dengan berbagai profil yang diduga terkait dengan jaringan TPPO. Untuk pihak swasta, profil pekerjaan/usaha yang teridentifikasi sebagai jaringan TPPO antara lain, pemilik/pegawai PJTKI/PPTKIS (baik legal maupun ilegal),

money changer (transaksi perdangan orang ke luar negeri menggunakan valas, khususnya Ringgit Malaysia), pemilik/pegawai perusahaan tour and travel, jasa penerbangan, jasa angkutan. Selain itu juga ditemukan ketertibatan profile pelaku dari aparatur pemerintahan antara lain oknum petugas Imigrasi, Avsec, TNI, dan Polri. (PB/*)