DEPOK,Harnas.id-Permasalahan penguasaan lahan dengan melanggar aturan, masih terus terjadi di Tanah Air. Baru-baru ini seorang pengacara mengungkap hal itu. Dikatakannya, sebuah afiliasi perusahaan asal Korea, melakukan eksplorasi diatas lahan seluas 33.000 hektar di Kabupaten Marauke, Papua Selatan.
Ditemui di tempat tinggalnya di kawasan Pancoran Mas, Kota Depok, Deolipa Yumara, pengacara yang menerima aduan 17 marga adat warga Dusun Maam, Distrik Ngguti, Kabupaten Marauke itu mengungkapkan prihal persoalan tersebut.
“Jadi saya mendapat surat kuasa substitusi dari wilayah Papua dari seorang pengacara Papua yang bernama Yohanes yang juga mendapat kuasa khusus dari 17 marga adat disana. Mereka meminta perlindungan hukum atau meminta bantuan hukum kepada kami,” jelas Deolipa, Kamis (26/10/2023).
Lebih lanjut Deolipa mengungkapkan, warga mempersoalkan tanah ulayat mereka yang kini dijadikan perkebunan sawit oleh PT DP, sebuah perusuhaan swasta asal negeri ginseng.
“Nah mereka (masyarakat adat) meminta supaya ini didengarkan di Jakarta, soal adanya ketidakadilan atau adanya potensi-potensi dampak kerusakan lingkungan hidup yang ada di wilayah sana. Orang Papua inikan banyak mencari nafkah di hutan, karena ada berbagai macam jenis pepohonan, ada berbagai macam jenis satwa dan unggas. Kalau ini hilang gimana dengan nasib mereka,” paparnya.
Deolipa mengatakan, dugaan pelanggaran itu terjadi sejak 2010. Selama itu, pihak PT DP selaku pengelola perkebunan sawit, tidak pernah menyelesaikan kewajibannya kepada masyarakat setempat.
Berdasarkan Undang-undang, kata Deolipa, seharusnya warga berhak memperoleh 20 persen atas pengelolaan 33.000 hektar lahan tersebut.
“Nah ini mereka minta disampaikan, supaya para penegak hukum kemudian sadar bahwasanya banyak hak yang memang belum dijalankan oleh perusahaan tersebut.” tambah Deolipa.
Atas apa yang dialami warga Dusun Maam itu Deolipa berjanji akan segera menindaklanjutinya. “Saya akan mengejar perusahaannya yang di Jakarta untuk meminta pertanggungjawaban. Kemudian saya juga akan mengejar ke Kementerian Pertanian atau siapapun juga yang memang bertanggungjawab terhadap masalah ini,” tandasnya.
Berdasarkan informasi yang diperolehnya, Deolipa menduga perusahaan asal Korea itu telah meraup keuntungan hingga puluhan triliun rupiah.