Walhi Desak Pemerintah Segera Melakukan Transisi Energi yang Adil

Foto: Istimewa

JAKARTA, Harnas.id – Pemerintah segera melakukan transisi energi, serta prinsip keadilan gender. Desakan itu menyeruak dalam acara bersepeda bersama di Car Free Day di sekitaran Monas-Menteng, Jakarta, Minggu (12/3/2023) yang digelar Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) berkolaborasi dengan Solidaritas Perempuan, Greenpeace.

Juru Kampanye Energi Terbarukan Trend Asia, Maulida Rahmah mengatakan kegiatan ini dilakukan untuk memperingati hari perempuan dan perlawanan terhadap krisis iklim.

“Kami dari Trend Asia mendesak pemerintah untuk melakukan transisi energi yang adil dan tentu saja memperhatikan keadilan gender,” ujar Maulida.

Staf Advokasi Solidaritas Perempuan Siti Zulaikha menjelaskan pengaruh signifikan krisis iklim yang disebabkan pembangunan energi listrik dan emisi gas rumah kaca. Menurut dia, pengaruh krisis iklim mengancam mata pencaharian para petani perempuan.

“Situasi petani perempuan yang sangat terdampak dari perubahan iklim saat ini dari segi cuaca. Kalau dilihat di situ ada pembangunan energi, tapi kemudian lagi-lagi proyek tersebut menghilangkan sumber mata pencaharian petani,” Siti.

Manajer Kampanye hutan dan kebun Walhi Uli Arta Siagian menyebut kegiatan ini sekaligus sebagai peringatan kepada publik bahwa krisis iklim sangat mempengaruhi nasib perempuan.

“Perempuan itu sebagai satu aktor pejuang dari iklim, karena terbukti bahwa yang merawat hutan dan lain sebagainya itu perempuan. Tetapi ketika kemudian fungsi dari semua fungsi ekologis itu rusak yang berdampak paling barat malah perempuan,” ujar Uli.

Sebelumnya, Walhi juga berencana menetapkan tanggal 1 Februari sebagai hari keadilan iklim internasional. Penetapan tanggal 1 Februari bertujuan untuk mengkampanyekan dampak krisis iklim sekaligus juga mengabadikan perlawanan warga Pulau Pari terhadap industri raksasa Holcim.

Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional WALHI, Parid Ridwanuddin mengatakan, perlawanan warga Pulau Pari menggugat perusahaan terbesar di dunia yang sebabkan dampak krisis iklim merupakan aksi pertama di Indonesia.

Tak hanya Pulau Pari, Direktur Eksekutif WALHI Jakarta Suci Fitriah Tanjung juga menyebut menyebut sebanyak enam pulau kecil berukuran kurang dari 3 hektar di Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta telah tenggelam akibat krisis iklim.

Sementara saat ini, 23 pulau sedang terancam tenggelam, salah satunya adalah Pulau Tikus yang masih berada di Gugusan Pulau Pari.

“Jika krisis iklim terus berlanjut, akan semakin banyak pulau kecil tenggelam, termasuk Pulau Pari yang dihuni oleh sekitar seribu jiwa,” kata Suci dalam konferensi pers, Jumat (3/2/2023) lalu.

Ia menyebut nama-nama pulau yang telah tenggelam, yakni Pulau Ubi Besar, Pulau Ubi Kecil, Pulau Talak, Pulau Nyamuk Besar, Pulau Dakun, dan Pulau Ayer Kecil. Dari enam pulau tersebut, Pulau Ubi Besar adalah satu-satunya yang berpenghuni dan pernah terdapat catatan eksodus masyarakat Pulau Ubi Besar ke Pulau Untung Jawa pada sekitar dekade 60an.

“Pemerintah harus segera bertindak untuk mencegah tenggelamnya pulau-pulau kecil lain di Kepulauan Seribu,” katanya.

Sedangkan, data BNPB sepanjang empat tahun ke belakang, 2018-2022, menyebutkan korban meninggal dan mengungsi akibat bencana hidrometeorologi terus bertambah. Kerugian akibat kerusakan rumah dan fasilitas penduduk yang dicatatnya mencapai Rp31,5 triliun.

“BNPB banyak menemukan tantangan dalam pelaksanaan tugasnya, salah satunya adalah cuaca yang mudah sekali berubah,” kata Kepala Bidang Komunikasi Kebencanaan BNPB, Dodi Yuleova, awal Januari 2023 silam.

Walau demikian, Dodi menambahkan, BNPB menganalisis atau mengkaji potensi ancaman bahaya dengan memanfaatkan data lintas kementerian dan lembaga. Selanjutnya, memberikan arahan kepada BPBD tingkat kabupaten dan kota untuk upaya kesiapsiagaan setempat dan mengaktifkan Tim Reaksi Cepat (TRC) khususnya untuk daerah yang sangat rawan bencana hidrometeorologi tersebur.

BNPB juga mendorong masyarakat membentuk tim siaga desa yang bertugas memantau dan identifikasi berbekal pengetahuan kebencanaan. Mereka diharap mampu membuat rencana operasi, membuat peta risiko desa dan keterampilan dalam respons darurat, dan memastikan kelancaran jalinan komunikasi ke BPBD kecamatan dan desa. (PB/*)