Ketum FPI Pusat Ahmad Sabri Lubis (kiri) | FPI ONLINE.COM

HARNAS.ID – Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Ahmad Shabri Lubis menilai penegakan hukum di Indonesia masih pandang bulu. Menurut  dia, kondisi ini terjadi akibat ketidakadilan .

“Penegakan hukum hanya diberlakukan kepada golongan tertentu dan sehingga ketidakadilan itu sumber kelemahan negara,” kata Shabri di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (15/12/2020),

Pernyataan itu dia lontarkan usai menjalani pemeriksaan penyidik Polda Metro Jaya terkait status tersangkanya dalam kasus dugaan pelanggaran protokol kesehatan  (prokes) pencegahan COVID-19 pada acara yang menimbulkan kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat

Shabri pun meminta keadilan secara hukum. Pasalnya, kata dia mengingatkan, kerumunan massa tidak hanya pada acara pernikahan Habib Rizieq di Petamburan, tetapi juga mencuat di beberapa daerah lain.

Terkait pemeriksaan, Shabri mengaku diperlakukan dengan baik oleh polisi. Ia mengungkapkan, ada sekitar 63 pertanyaan yang diajukan penyidik Polda Metro Jaya. Pertanyaan ini antara lain tentang kerumunan dan semacamnya. Namun, sejauh ini, Shabri belum mengetahu apakan akan kembali diperiksa pihak kepolisian.

Sebelumnya Ahmad Shabri Lubis dan Panglima Laskar FPI Maman Suryadi mendatangi Mapolda Metro Jaya, Senin (14/12/2020) kemarin. Mereka kemudian langsung menjalani pemeriksaan penyidik.

Shabri dan Maman merupakan dua dari empat tersangka kasus dugaan pelanggaran prokes pencegahan COVID-19 pada acara yang menimbulkan kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat. Keduanya memiliki peran sebagai penanggung jawab acara dan penanggung jawab keamanan

Selain Maman dan Shabri, keempat tersangka lainnya adalah Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab, Panitia Acara Pernikahan Haris Ubaidillah, Sekretaris Panitia Ali Bin Alwi Alatas, dan Kepala Seksi Acara Habib Idrus.

Habib Rizieq Shihab dijerat pasal 160 dan 216 KUHP. Sedangkan, lima tersangka lainnya dikenakan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Ancamannya, kurungan satu tahun atau denda Rp 100 juta.

Editor: Aria Triyudha

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini