Achmad Fathoni: Penanganan Banjir Harus Prioritaskan Infrastruktur

Achmad Fathoni, Anggota DPRD Kabupaten Bogor dari Fraksi PKS, saat menemani kunjungan Bupati di Desa Bojong Kulur. Foto: Chaerudin/Harnas.id

Harnas.id, Bogor – Anggota DPRD Kabupaten Bogor, Achmad Fathoni, menegaskan pentingnya penyelesaian infrastruktur dalam penanganan banjir di Desa Bojong Kulur, Kecamatan Gunung Putri. Hal ini disampaikannya saat mendampingi kunjungan Bupati Bogor, Rudy Susmanto, yang turun langsung meninjau kondisi warga terdampak. Kamis, (06/03/2025).

Fathoni mengungkapkan bahwa pola penanganan banjir harus berubah dari sekadar membagikan bantuan kepada pengungsi menjadi penyelesaian infrastruktur umum.

“Saat kejadian serupa pada 2020, kita lebih banyak sibuk mengurusi pengungsi dan sembako. Padahal yang utama adalah membereskan jalan dan fasilitas umum, karena itu tidak bisa dilakukan sendiri oleh warga maupun pemerintah desa tanpa alat berat,” ujarnya.

Ia pun mengapresiasi respons cepat Bupati Rudy Susmanto, yang langsung turun ke lapangan untuk memastikan penanganan berjalan efektif.

“Alhamdulillah, saya berterima kasih sekali, beliau langsung merespons, bahkan lebih luar biasa karena turun langsung ke lokasi,” tambahnya.

Terkait penggunaan pompa air, Fathoni menjelaskan bahwa alat tersebut efektif jika banjir masih berada di bawah tanggul. Namun, jika air sudah melampaui tanggul, mekanisme penyedotan baru bisa dilakukan saat air mulai surut untuk mengurangi lumpur.

“Kadang warga panik saat banjir, padahal pompa bekerja setelah air mulai surut. Ini bisa membantu mengurangi lumpur,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia menyoroti pentingnya normalisasi sungai, terutama dari wilayah Bekasi hingga Bogor. Namun, proyek tersebut merupakan tanggung jawab pemerintah pusat, sementara Pemerintah Kabupaten Bogor bertugas dalam pembebasan lahan.

“Tadi Pak Bupati bilang kita akan usahakan pembebasannya, sehingga pemerintah pusat bisa melanjutkan proyek normalisasi. Jika ini berjalan, tanggul bisa ditinggikan dan risiko banjir berkurang,” kata Fathoni.

Menurutnya, normalisasi juga harus mencakup pembangunan daerah hijau sebagai area resapan air, yang dapat berfungsi sebagai penampungan lumpur dan sampah agar tidak mengalir ke permukiman warga.

Fathoni mengakui bahwa kendala utama dalam proyek normalisasi adalah pembebasan lahan, yang membutuhkan anggaran besar. Namun, ia memastikan DPRD siap mendukung jika eksekutif memutuskan untuk mendorong anggaran dari berbagai sumber, termasuk kerja sama mitra atau pinjaman daerah.

“Kalau eksekutif sudah bicara soal ini, kita di legislatif akan mendukung penuh. Apakah nanti ada kerja sama mitra atau opsi pinjaman daerah, itu yang akan kita bahas,” tegasnya.

Selain infrastruktur, Fathoni menyoroti faktor lain yang memperparah banjir, yaitu pelanggaran tata guna lahan. Ia menilai banyak kawasan yang seharusnya tidak boleh dibangun justru dialihfungsikan menjadi permukiman atau industri.

“Kita punya aturan tata ruang yang jelas. Area mana yang boleh dibangun, berapa persen di daerah pegunungan yang bisa digunakan. Tapi kalau ada oknum pemerintah atau pihak swasta yang mencuri-curi izin, ini yang harus kita tegakkan,” katanya.

Menurutnya, perusakan hutan dan pegunungan di hulu akan berdampak besar bagi masyarakat di hilir.

“Kalau hutan dirusak, musim kemarau kita kehabisan air, musim hujan kita kebanjiran dan longsor. Ini jadi pelajaran bahwa menjaga lingkungan jauh lebih ringan dibandingkan menanggung dampaknya,” pungkasnya.

Chaerudin/ibenk