Harnas.id, Jakarta – Iklim investasi di Indonesia terancam akibat maraknya praktik premanisme di kawasan industri. Muhammad Sirod, Fungsionaris Kadin Pusat, menyoroti bagaimana ulah oknum organisasi masyarakat (ormas) yang melakukan pungutan liar (pungli), intimidasi, hingga gangguan logistik telah menyebabkan kerugian investasi hingga ratusan triliun rupiah. Selasa, (11/02/2025).
“Investor enggan berkembang karena ketidakpastian keamanan dan biaya tambahan yang tidak perlu,” tegas Sirod dalam wawancara eksklusif.
Kementerian Investasi/BKPM disebut berkomitmen mengatasi masalah ini, tetapi Sirod menegaskan bahwa komitmen saja tidak cukup. Dibutuhkan tindakan tegas terhadap oknum ormas dan pejabat daerah yang terlibat dalam praktik ilegal ini.
“Budaya premanisme dari tingkat atas hingga bawah menghambat industrialisasi. BKPM perlu memperkuat pengawasan keamanan dan pengelolaan kawasan untuk memulihkan kepercayaan investor,” ujarnya.
Selain itu, ia menyoroti bagaimana rekrutmen tenaga kerja melalui oknum ormas justru merusak produktivitas. Menurutnya, seharusnya perekrutan berbasis kompetensi, bukan sistem “jatah” yang ditentukan oleh kelompok tertentu.
“Jika sistem perekrutan masih dikendalikan oleh ormas tanpa mempertimbangkan kompetensi, maka industri kita akan terus tertinggal. Ini mencerminkan lemahnya teknokrasi dan meritokrasi dalam tata kelola bisnis,” tambahnya.
Sirod mengakui bahwa tidak semua ormas merugikan dunia usaha. Beberapa berfungsi membantu efektivitas aparat dan menjaga ketertiban. Namun, di sisi lain, oknum tertentu menjadi penghambat investasi dengan praktik pungli dan intimidasi.
“Ormas bisa menjadi mitra negara jika diawasi dengan ketat. Sayangnya, banyak yang dibina oleh figur berpengaruh, sehingga sulit diberantas meski melanggar hukum,” katanya.
Sebagai solusi, Sirod menyarankan agar Indonesia meniru negara-negara maju dalam mengatur keberadaan ormas, serta memperkuat pengawasan internal agar kelompok-kelompok ini tidak menyalahgunakan kekuasaan mereka.
“Pemerintah perlu mengevaluasi keberadaan ormas yang meresahkan, memberantas pungli, dan meningkatkan transparansi. Media juga harus berperan aktif mengawasi, tanpa sensasi berlebihan,” tegasnya.
Rencana Presiden Prabowo Subianto untuk mengembangkan sektor industri pangan dan pertanian dinilai sebagai langkah strategis. Namun, Sirod mengingatkan bahwa program ini akan sia-sia jika premanisme tidak diberantas.
“Pembangunan sektor pangan dan pertanian sangat penting, tetapi jika rantai pasok masih diganggu oleh praktik premanisme, hasilnya tidak akan maksimal,” ujarnya.
Ia juga menyoroti bahwa kemiskinan dan kurangnya lapangan kerja turut memperburuk masalah premanisme.
“Mentalitas ‘minta jatah’ harus diubah dengan menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan meningkatkan keterampilan tenaga kerja lokal. Tanpa itu, premanisme akan tetap menjadi lingkaran setan yang sulit diputus,” tegasnya.
Sebagai langkah konkret, Sirod meminta pemerintah dan aparat penegak hukum untuk tidak ragu menindak tegas ormas yang melanggar hukum.
“Ormas sulit diberantas karena pembinanya adalah orang-orang besar. Namun, jika ada pelanggaran hukum, harus ada tindakan tegas tanpa pandang bulu,” katanya.
Sirod menekankan bahwa kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat adalah kunci untuk menciptakan iklim investasi yang sehat.
“Jika kita tidak bisa bersaing dengan negara seperti Vietnam dan Filipina dalam menciptakan kepastian investasi, maka pertumbuhan ekonomi kita akan terus tertinggal,” pungkasnya.