Pakar Ekonomi Universitas Pelita Harapan Tanggor Sihombing | TANGKAPAN LAYAR YOUTUBE

HARNAS.ID – Hastag #BongkarSkandalBombaGroup yang viral di media sosial (medsos) Twitter belum lama ini menuai komentar beragam. Hal itu muncul terkait dugaan kredit macet Bomba Group ke salah satu bank pelat merah yang digaungkan para netizen. 

Menurut Pakar Ekonomi Universitas Pelita Harapan Tanggor Sihombing, isu tersebut menjadi besar karena nominal peminjaman PT Bomba Group yang besar mencapai triliunan rupiah. Terlebih di tengah situasi krisis ekonomi seperti sekarang ini, masalah uang menjadi sensitif untuk diperbincangkan.

“Nominalnya yang besar, trilliun. Lalu, saat krisis ekonomi saat ini uang tunai (likuiditas) menjadi raja (king). Sehingga setiap uang menjadi rebutan dan sensitif untuk jadi viral,” kata Tanggor kepada wartawan, Selasa (12/7/2022). 

Dia pun mempertanyakan, jika dalam perusahaan yang di kelilingi stakeholder tersebut apakah memperebutkan uang tunai hingga menyoal terkait tahun politik. “Perusahaan batubara diduga di kelilingi banyak stakeholder, adakah perebutan tunai? Apakah ini erat hubungannya dengan tahun-tahun politik terkini?,” ujarnya.

Sehingga menurut dia, terdapat dampak nominalnya terhadap perekonomian Indonesia, terlebih karena industri batubara saat ini lesu. “Jadi kemungkinan risiko macet akan tinggi. Penegak hukum akan dilibatkan kalau ada anomali. Maka harus diawali dengan audit lebih dulu,” tuturnya.

“Teriakan seperti ini ada baiknya muncul untuk meningkatkan tata kelola bank yang memberikan pinjaman kredit untuk lebih baik. Watchdog diperlukan di setiap korporasi. Itu akan membangun kewaspadaan manajemen.”

Konsultan Bisnis Digital dan Metaverse Tuhu Nugraha menyebut bahwa isu tersebut menarik karena ada sisi positif dari media sosial yaitu jadi bagian dari sistem kontrol seperti media dan jurnalis.

“Media sosial jadi alat suara publik untuk partisipasi dan melakukan pengawasan, walaupun secara esensi yang disuarakan benar atau salah,” kata Tuhu. 

Dalam trending topic secara matematika yakni ketika banyak yang nge-tweet. “Itu bisa organik, banyak yang ikut menyuarakan dan ngomongin untuk mencuri perhatian publik terutama ke media,” ujarnya.

Editor: Firli Yasya