HARNAS.ID – Pemerintah Indonesia mengajak pelaku bisnis untuk menamakan modal pada sektor energi bersih. Itu lantaran program transisi energi dari bahan bakar fosil ke energi baru terbarukan perlu mendapat dukungan pendanaan yang besar.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, percepatan transisi energi untuk pembangkit energi baru terbarukan dan transmisi di Indonesia membutuhkan investasi hingga 1 triliun dolar AS pada 2060.
“Kebutuhan finansial semakin tinggi mengingat kami bakal menerapkan pensiun dini PLTU batubara di tahun-tahun mendatang,” ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Kamis (1/9/2022).
Rida menjelaskan pendanaan yang besar itu memerlukan mobilisasi semua sumber keuangan baik dari perusahaan privat maupun publik.Menurut dia, kerja sama dan kolaborasi di antara semua pemangku kepentingan energi terbarukan, termasuk publik-swasta dan kemitraan bisnis ke bisnis memiliki peran penting.
Hal itu untuk memastikan semua potensi energi terbarukan bisa dimanfaatkan secara baik. Dalam peta jalan netralitas karbon pada tahun 2060 atau lebih cepat yang disusun oleh pemerintah Indonesia, terdapat penambahan pembangkit energi bersih hingga 700 gigawatt yang berasal dari solar, hidro, biomassa, angin, laut, panas bumi, serta hidrogen dan nuklir.
“Kami juga akan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dengan menghentikan pembangkit listrik fosil secara bertahap, program de-dieselisasi dan menerapkan teknologi bersih seperti CCS/CCUS,” kata Rida.
Guna mencapai hal tersebut, pemerintah mempunyai beberapa beberapa strategi dari segi permintaan atau demand. Terdapat tiga sektor utama yang menjadi fokus pemerintah, yaitu transportasi, industri, rumah tangga dan komersial.
Di sektor transportasi, pemerintah akan meningkatkan pemanfaatan bahan bakar nabati, penetrasi kendaraan listrik, penggunaan hidrogen untuk truk, bahan bakar ramah lingkungan untuk penerbangan, bahan bakar rendah karbon untuk pengiriman (amonia, hidrogen, bahan bakar nabati), bahan bakar elektronik yang berasal dari biosyngas, hidrogen hijau, dan elektrifikasi kapal untuk jarak dekat.
Adapula sektor industri akan diperuntukkan untuk meningkatkan pangsa listrik, hidrogen sebagai substitusi gas, substitusi biomassa, penyebaran CCS.
Sementara dari sektor rumah tangga dan komersial, pemerintah mengakselerasi penggunaan kompor induksi, pemanfaatan gas kota, hingga program efisiensi energi, antara lain optimalisasi pengelolaan energi dan penggunaan peralatan yang hemat energi.
“Semua upaya dari sisi suplai dan demand ini akan mengurangi emisi sebesar 1.789 juta ton karbon dioksida ekuivalen pada tahun 2060. Kita akan mencapai nol emisi dari sektor ketenagalistrikan, namun 129 juta ton emisi karbon tetap ada di sektor industri dan transportasi,” tutur Rida.
Editor: Firli Yasya