Harnas.id, Jakarta – Wacana pemilihan kepala daerah (Pilkada) oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kembali mencuat sebagai gagasan Presiden Prabowo Subianto. Usulan ini ternyata bukan hal baru, melainkan keinginan lama yang sudah diutarakan Prabowo sejak 2014.
Saat itu, rencana tersebut dibatalkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meski aturan pendukungnya sempat disahkan.
Sejarah Pilkada di Indonesia
Mekanisme Pilkada oleh DPRD pernah diterapkan pada era Orde Baru saat Soeharto—mertua Prabowo—masih memimpin Indonesia. Namun, setelah reformasi menggulingkan rezim Soeharto, sistem demokrasi Indonesia mengalami banyak perubahan, termasuk mengubah Pilkada oleh DPRD menjadi Pilkada langsung oleh rakyat pada 2005.
Kini, setelah hampir dua dekade, wacana untuk mengembalikan mekanisme Pilkada oleh DPRD kembali muncul. Prabowo mengusulkan kebijakan ini dengan tujuan tertentu, meski menuai beragam tanggapan dari berbagai pihak.
Wacana Lama yang Dibawa Koalisi Merah Putih
Usulan serupa juga mengemuka pada 2014, ketika Koalisi Merah Putih (KMP)—gabungan partai pendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dalam Pilpres 2014—mendorong revisi Undang-Undang Pilkada.
Enam fraksi di DPR, yakni Golkar, Gerindra, PKS, PAN, PPP, dan Demokrat, mendukung mekanisme Pilkada melalui DPRD. Sementara itu, fraksi pendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla seperti PDI-P, PKB, dan Hanura menolak usulan tersebut.
Meski menuai perdebatan sengit di parlemen, revisi UU Pilkada akhirnya disahkan melalui rapat paripurna pada Jumat (26/9/2014) setelah melalui mekanisme voting.
Proses yang Alot dan Pro Kontra
Rapat paripurna yang membahas pengesahan revisi UU Pilkada berlangsung panas. Adu argumen mewarnai perdebatan antaranggota DPR dari berbagai fraksi. Namun, keputusan final mendukung mekanisme Pilkada oleh DPRD akhirnya disahkan.
Namun, meski sudah disetujui di DPR, Presiden SBY kala itu membatalkan kebijakan tersebut. Pilkada langsung tetap diterapkan hingga hari ini.
Wacana Pilkada oleh DPRD yang diusung kembali oleh Prabowo di tahun 2024 menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, sebagaimana terjadi pada 2014. Apakah wacana ini akan kembali disahkan atau kembali kandas seperti sebelumnya, masih menjadi pertanyaan yang akan terjawab seiring berjalannya waktu.