HARNAS.ID – Terus terang, saya belum puas kalau berkunjung ke sebuah kota belum menemukan warung kopi. Rasanya ada yang “janggal”. Meski kadang bukan hanya kopi yang kami hirup, tetapi teh atau minuman khas lainnya. Di Jl Yos Sudarso, Tarakan, ada warung kopi “Indra” seperti tertulis di papan namanya.
Tetapi warga Tarakan lebih mengenalnya sebagai warkop Aseng. Pemiliknya bernama Aseng, keturunan China yang sudah lama bermukim di Tarakan. Warung yang buka sejak pukul 05.30 pagi-18.00 sore ini ramai dikunjungi berbagai kalangan di Tarakan, mulai dari pekerja, kaum muda, pejabat kota hingga walikota dan bahkan keluarga.
Warkop ini menjual kopi, kopi susu, teh, teh tarik, teh cinta dan berbagai penganan lainnya seperti roti, kue hingga bakpao. Uniknya, bakpao bahkan roti yang dijual di warkop ini dibuat sendiri, alias home made. Demikian pula selai srikaya. Soal bakpao, yang berisi ayam, kacang tanah dan kacang hijau, warkop ini bisa menjual hingga 1.000 buah per harinya.
“Tapi kami juga mengantisipasi bila pengunjung perlu makanan lainnya. Makanya kami sediakan mie goreng, bubur ayam dan bubur ikan,” terang Fenny, menantu Aseng yang melayani pagi itu dibantu lima orang awaknya.
Nah, ini dia, “bubur ikan”. Pertama kali dalam hidup ini kami mencobanya. “Jangan terkecoh dengan tampilannya ya, karena tampak biasa. Tapi rasanya jelas tidak sama dengan dengan –katakanlah ‘bubur ayam’—yang biasa Anda cicipi,” tantang Fenny.
Dan tantangan itu kami sambut dengan memesan bubur ikan–ikan kakap merah. Benar, dari suapan pertama saja, tanpa perlu diaduk, kami sudah tahu bahwa bubur ini lezat dan gurih, berbeda dengan yang lazimnya kami temui. Secangkir kopi di warkop ini dijual seharga Rp 8.000, sementara untuk bubur ikan itu kami membayar Rp 17.500.
Yang unik, warung yang sudah ada selama tiga generasi ini menggunakan ruang-ruang keluarga di dalam rumahnya untuk para tamu warkopnya. “Ya, memang kami kekeluargaan, dan pengunjung senang, silakan saja,” tutup Fenny.
Editor: A Gener Wakulu